Kamis, 28 Mei 2009

PP 44/1993, KENDARAAN DAN PENGEMUDI

Oleh:PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA
Nomor:44 TAHUN 1993 (44/1993)
Tanggal:14 JULI 1993 (JAKARTA)
_________________________________________________________________
Tentang:KENDARAAN DAN PENGEMUDI
PRESIDEN REPUBLIK INDONESIA,
Menimbang: a.bahwa dalam Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang
Lalu Lintas dan Angkutan Jalan telah diatur ketentuan-ketentuan
mengenai kendaraan dan pengemudi;
b.bahwa untuk melaksanakan ketentuan sebagaimana dimaksud dalam huruf
a di atas, dipandang perlu mengatur ketentuan mengenai kendaraan dan
pengemudi dengan Peraturan Pemerintah;
Mengingat: 1.Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945;
2.Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor 49, Tambahan Lembaran Negara
Nomor 3480) jo Undang-undang Nomor 22 Tahun 1992 tentang Penetapan
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang tentang Penangguhan Mulai
Berlakunya Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan
Angkutan Jalan sebagai Undang-undang (Lembaran Negara Tahun 1992 Nomor
99, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3494);
MEMUTUSKAN:
Menetapkan:PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA TENTANG KENDARAAN
DAN PENGEMUDI.
BAB I KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang di maksud dengan :
1.Kendaraan bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh peralatan
teknik yang berada pada kendaraan itu;
2.Sepeda motor adalah kendaraan bermotor beroda dua, atau tiga tanpa
rumah-rumah baik dengan atau tanpa kereta samping;
3.Mobil penumpang adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi
sebanyak-banyaknya 8 (delapan) tempat duduk tidak *24226 termasuk
tempat duduk pengemudi, baik dengan maupun tanpa perlengkapan
pengangkutan bagasi;
4.Mobil bus adalah setiap kendaraan bermotor yang dilengkapi lebih
dari 8 (delapan) tempat duduk tidak termasuk tempat duduk pengemudi,
baik dengan maupun tanpa perlengkapan pengangkutan bagasi;
5.Mobil barang adalah setiap kendaraan bermotor selain dari yang
termasuk dalam sepeda motor, mobil penumpang dan mobil bus;
6.Kendaraan khusus adalah kendaraan bermotor selain daripada kendaraan
bermotor untuk penumpang dan kendaraan bermotor untuk barang, yang
penggunaannya untuk keperluan khusus atau mengangkut barang-barang
khusus;
7.Kendaraan umum adalah setiap kendaraan bermotor yang disediakan
untuk dipergunakan oleh umum dengan dipungut bayaran;
8.Bengkel umum kendaraan adalah bengkel umum yang berfungsi untuk
membetulkan, memperbaiki, dan merawat kendaraan bermotor agar tetap
memenuhi persyaratan teknis dan lain jalan;
9.Kendaraan tidak bermotor adalah kendaraan yang digerakkan oleh
tenaga orang atau hewan;
10.Kereta gandengan adalah suatu alat yang dipergunakan untuk
mengangkut barang yang seluruh bebannya ditumpu oleh alat itu sendiri
dan dirancang untuk ditarik oleh kendaraan bermotor;
11.Kereta tempelan adalah suatu alat yang dipergunakan untuk
mengangkut barang yang dirancang untuk ditarik dan sebagian bebannya
ditumpu oleh kendaraan bermotor penariknya;
12.Pengemudi adalah orang yang mengemudikan kendaraan bermotor atau
orang yang secara langsung mengawasi calon pengemudi yang sedang
belajar mengemudikan kendaraan bermotor;
13.Roda pada satu sumbu adalah roda tunggal atau roda ganda atau
beberapa roda yang dipasang simetris atau pada dasarnya simetris
terhadap bidang membujur tengah kendaraan, walaupun roda-roda tersebut
tidak dipasang pada suatu sumbu yang sama;
14.Malam hari adalah jangka waktu antara matahari terbenam dan
matahari terbit;
15.Jumlah berat yang diperbolehkan adalah berat maksimum kendaraan
bermotor berikut muatannya yang diperbolehkan menurut rancangannya;
16.Jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan adalah berat maksimum
rangkaian kendaraan bermotor berikut muatannya yang diperbolehkan
menurut rancangannya;
17.Jumlah berat yang diizinkan adalah berat maksimum kendaraan
bermotor berikut muatannya yang diizinkan berdasarkan kelas jalan yang
dilalui;
18.Jumlah berat kombinasi yang diizinkan adalah berat maksimum *24227
rangkaian kendaraan bermotor berikut muatannya yang diizinkan
berdasarkan kelas jalan yang dilalui;
19.Pelaksanaan pengujian adalah unit pengujian berkala kendaraan
bermotor yang diberi wewenang melaksanakan pengujian berkala kendaraan
bermotor;
20.Menteri adalah menteri yang bertanggung jawab di bidang lalu lintas
dan angkutan jalan.
BAB II PERSYARATAN TEKNIS DAN LAIK JALAN KENDARAAN BERMOTOR, KERETA
GANDENGAN DAN KERETA TEMPELAN
Bagian Pertama Persyaratan Teknis Kendaraan Bermotor, Kereta Gandengan
dan Kereta Tempelan
Paragraf 1 Jenis dan Konstruksi Kendaraan Bermotor
Pasal 2
(1)Kendaraan bermotor dikelompokkan dalam beberapa jenis, yaitu:
a.sepeda motor; b.mobil penumpang; c.mobil bus; d.mobil barang;
e.kendaraan khusus.
(2)Penggolongan lebih lanjut dari mas-masing jenis kendaraan bermotor
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan dengan Keputusan
Menteri.
Pasal 3
(1)Konstruksi dari kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal
2, terdiri dari :
a.landasan yang meliputi rangka landasan, motor penggerak, sistem
pembuangan, penerus daya, alat kemudi, sistem roda-roda, sistem
suspensi, sistem rem, lampu-lampu dan alat pemantul cahaya serta
komponen pendukung;
b.badan kendaraan.
(2)Konstruksi kereta gandengan rangka tempelan terdiri dari :
a.landasan yang meliputi rangka landasan, stem roda-roda, sistem rem,
lampu-lampu dan alat pemantul cahaya, serta komponen pendukung;
b.badan kendaraan.
Paragraf 2 Rangka Landasan
Pasal 4
(1)Setiap kendaraan bermotor, kereta gandengan dan kereta tempelan
harus memiliki rangka landasan yang memenuhi *24228 persyaratan:
a.dapat menahan seluruh beban, getaran dan goncangan kendaraan berikut
muatannya, sebesar jumlah berat kendaraan yang diperbolehkan atau
jumlah berat kombinasi kendaraan yang diperbolehkan; b.dikonstruksi
menyatu atau secara terpisah dengan badan kendaraan yang bersangkutan;
c.tahan terhadap korosi; d.dilengkapi dengan alat pengait di bagian
depan dan bagian belakang kendaraan bermotor, kecuali sepeda motor.
(2)Kendaraan bermotor yang dirancang untuk menarik kereta gandengan
atau kereta tempelan, rangka landasannya dilengkapi dengan peralatan
penarik yang dirancang khusus untuk itu.
Pasal 5
(1)Pada setiap rangka landasan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4
harus dibubuhkan nomor rangka landasan.
(2)Nomor rangka landasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditempatkan secara permanen pada bagian tertentu rangka landasan dan
mudah dilihat serta dibaca.
(3)Untuk rangka landasan yang menyatu dengan badan kendaraan, nomor
rangka landasan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) ditempatkan pada
bagian tertentu badan kendaraan secara permanen dan mudah dilihat
serta dibaca.
Pasal 6
Ketentuan lebih lanjut mengenai rangka landasan diatur dengan
Keputusan Menteri.
Paragraf 3 Motor Penggerak
Pasal 7
Setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan harus memiliki
motor penggerak yang memenuhi persyaratan :
a.mempunyai daya untuk dapat mendaki pada jalan tanjakan dengan
kecepatan minimum 20 kilometer per jam pada segala kondisi jalan;
b.motornya dapat dihidupkan dari tempat duduk pengemudi, kecuali untuk
kendaraan bermotor yang dirancang dengan kecepatan tidak melebihi 25
kilometer per jam pada jalan datar;
c.ambang batas emisi gas buang dan kebisingan tertentu.
Pasal 8
(1)Pada setiap motor penggerak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7,
harus dibubuhkan nomor motor penggerak.
(2)Nomor motor penggerak sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
ditempatkan secara permanen pada bagian tertentu motor penggerak dan
mudah dilihat serta dibaca.
*24229 Pasal 9
(1)Motor penggerak kendaraan bermotor dengan atau tanpa kereta
gandengan atau kereta tempelan, selain sepeda motor, harus memiliki
perbandingan antara daya dan berat total kendaraan berikut muatannya
sekurang-kurangnya sebesar 4,50 (empat setengah) kilowatt setiap 1.000
kilogram dari jumlah berat yang diperbolehkan atau jumlah berat
kombinasi yang diperbolehkan.
(2)Perbandingan antara daya motor penggerak dan berat kendaraan khusus
atau sepeda motor ditetapkan sesuai dengan kebutuhan lalu lintas dan
angkutan serta kelas jalan.
(3)Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) tidak
berlaku untuk kendaraan bermotor yang digerakkan dengan tenaga listrik
atau kendaraan bermotor yang dirancang dengan kecepatan tidak melebihi
25 kilometer per jam pada jalan datar.
Pasal 10
(1)Kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar bensin, kerosin,
solar, alkohol, atau bahan bakar cair lain yang mudah terbakar, harus
memiliki :
a.tangki bahan bakar; b.corong pengisi dan lobang udara bahan bakar;
c.pipa-pipa yang berfungsi menyalurkan bahan bakar.
(2)Tangki bahan bakar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a
harus memenuhi persyaratan:
a.dikonstruksi cukup kuat dan tahan terhadap korosi; b.dilengkapi
dengan tutup tangki yang kukuh serta tidak melebihi bagian terluar
dari kendaraan bermotor; c.diikat dengan kukuh sehingga dapat menahan
goncangan dan getaran dari kendaraan; d.ditempatkan pada bagian badan
kendaraan yang cukup terlindung dari benturan langsung yang disebabkan
benda-benda di badan kendaraan yang bersangkutan dan terpisah dari
ruang motor pada jarak yang aman; e.ditempatkan pada jarak tertentu
dari pintu kendaraan bermotor yang menjamin keselamatan.
(3)Corong pengisi dan lobang udara bahan bakar sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) huruf b, harus memenuhi persyaratan :
a.dibuat dari bahan yang cukup kuat sehingga tidak akan mengalami
kerusakan dan/atau bocor apabila terjadi goncangan atau getaran dari
kendaraan; b.ditempatkan pada jarak tertentu dari lobang pipa gas
buang yang menjamin keselamatan, dan tidak diarahkan ke lobang pipa
gas buang; c.ditempatkan pada jarak tertentu dari terminal atau
sakelar listrik, yang menjamin keselamatan.
(4)Pipa saluran bahan bakar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf
c, harus memenuhi persyaratan :
*24230 a.dibuat dari bahan yang tahan panas dan cukup kuat sehingga
tidak mengalami kerusakan dan kebocoran apabila terkena panas atau
apabila terjadi goncangan dan/atau getaran dari kendaraan;
b.dilengkapi dengan katup yang memungkinkan pengemudi dapat menutup
dan membuka salurannya, apabila aliran bahan bakar tidak dapat
berhenti dengan sendirinya pada waktu motor dimatikan; c.ditempatkan
pada jarak yang aman dari peralatan listrik yang ada pada kendaraan
bermotor yang bersangkutan dan terhindar dari pengaruh panas dan debu
yang berlebihan.
(5)Tangki, corong pengisi dan lobang udara, serta pipa saluran bahan
bakar sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh ditempatkan
dalam ruang penumpang.
Pasal 11
Kendaraan bermotor yang menggunakan sistem bahan bakar gas tekanan
tinggi atau bahan sejenis dan bahan bakar alternatif lainnya, harus
memenuhi persyaratan khusus untuk menjamin keselamatan pengoperasian
kendaraan bermotor.
Pasal 12
Ketentuan lebih lanjut mengenai motor penggerak diataur dengan
Keputusan Menteri.
Paragraf 4 Sistem Pembuangan
Pasal 13
(1)Sistem pembuangan terdiri dari manifold, peredam suara, dan pipa
pembuangan.
(2)Sistem pembuangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus
memenuhi persyaratan : a.dirancang dan dibuat dari bahan yang cukup
kuat sehingga tidak terjadi kebocoran asap dan gas buang, dan memenuhi
ambang batas tingkat kebisingan; b.gas buang dan asap dari sistem
pembuangan diarahkan ke atas atau ke belakang atau ke sisi kanan di
sebelah belakang dengan sudut kemiringan tertentu terhadap garis
tengah kendaraan bermotor yang menjamin keselamatan; c.pipa pembuangan
tidak menonjol melewati sisi samping atau sisi belakang kendaraan
bermotor.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem pembuangan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan keputusan Menteri.
Paragraf 5 Penerus daya
Pasal 14
(1)Setiap kendaraan bermotor harus dilengkapi dengan alat penerus daya
yang dapat dikendalikan dari tempat duduk pengemudi.
(2)Alat penerus daya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus *24231
memungkinkan kendaraan bermotor bergerak maju dengan satu lebih
tingkat kecepatan dan memungkinkan bergerak mundur.
(3)Keharusan untuk melengkapi alat penerus daya yang memungkinkan
kendaraan bermotor dapat bergerak mundur sebagaimana dimaksud dalam
ayat (2) tidak berlaku untuk :
a.sepeda motor, baik dengan atau tanpa kereta samping; b.sepeda motor
beroda tiga yang roda-rodanya dipasang simetris terhadap bidang tengah
arah memanjang, yang memiliki jumlah berat yang diperbolehkan maksimum
400 kg.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai penerus daya sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.
Paragraf 6 Sistem Roda
Pasal 15
(1)Setiap kendaraan bermotor, kereta gandengan dan kereta tempelan
harus memiliki sistem roda yang meliputi roda-roda dan sumbu roda.
(2)Roda-roda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berupa pelek-pelek
dan ban-ban hidup serta sumbu-sumbu atau gabungan sumbu-sumbu roda
yang dapat menjamin keselamatan.
(3)Ban-ban hidup sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) harus memiliki
adhesi yang cukup, baik pada jalan kering maupun jalan basah.
(4)Rancangan sumbu roda dan/atau gabungan sumbu roda berikut
roda-rodanya sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), harus memperhatikan
kelas jalan yang akan dilalui.
(5)Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem roda dan sumbu roda dan/atau
gabungan sumbu roda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2)
diatur dengan Keputusan Menteri.
Paragraf 7 Sistem Suspensi
Pasal 16
(1)Setiap kendaraan bermotor, kereta gandengan dan kereta tempelan
harus memiliki sistem suspensi berupa penyangga yang mampu menahan
beban, getaran dan kejutan untuk menjamin keselamatan dan perlindungan
terhadap jalan.
(2)Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku untuk
kendaraan bermotor, kereta gandengan dan kereta tempelan yang
dirancang dengan jumlah berat yang diperolehkan kurang dari 2.000 kg
dan kecepatan maksimum kurang dari 20 km/jam.
(3)Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem suspensi sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.
Paragraf 8 Alat Kemudi *24232 Pasal 17
(1)Setiap kendaraan bermotor harus dilengkapi dengan alat kemudi yang
meliputi batang kemudi dan roda kemudi atau batang kemudi dan stang
kemudi.
(2)Alat kemudi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi
persyaratan :
a.dapat digerakkan dengan tenaga yang wajar; b.perancangan, pembuatan
dan pemasangan alat kemudi tidak menimbulkan bahaya luka pengemudi,
jika terjadi tabrakan.
(3)Alat kemudi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat dilengkapi
dengan tenaga bantu, dengan ketentuan apabila tenaga bantu tersebut
tidak bekerja, maka kendaraan bermotor tersebut harus tetap dapat
dikemudikan dengan tenaga yang wajar.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai alat kemudi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dan ayat (3) diatur dengan Keputusan Menteri.
Paragraf 9 Sistem Rem
Pasal 18
(1)Setiap kendaraan bermotor harus dilengkapi peralatan pengereman
yang meliputi rem utama dan rem parkir.
(2)Ketentuan mengenai keharusan melengkapi peralatan rem parkir
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku untuk sepeda motor,
baik dengan atau tanpa kereta samping.
Pasal 19
Rem utama sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 harus memenuhi
persyaratan :
a.pengemudi dapat melakukan pengendalian kecepatan atau memperlambat
dan memberhentikan kendaraan bermotor dari tempat duduknya tanpa
melepaskan tangannya dari roda/stang kemudi;
b.bekerja pada semua roda kendaraan sesuai dengan besarnya beban pada
masing-masing sumbunya, baik kendaraan bermotor yang berdiri sendiri
maupun kendaraan bermotor yang dirangkaikan dengan kereta gandengan
atau kereta tempelan;
c.apabila ada bagian rem utama yang tidak berfungsi, rem tersebut
harus dapat bekerja sekurang-kurangnya pada roda-roda yang
bersebelahan pada satu sumbu dan dapat digunakan untuk memperlambat
dan memberhentikan kendaraan.
Pasal 20
Rem parkir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 harus memenuhi
persyaratan :
a.pengemudi dapat melakukan pengendalian kecepatan atau memperlambat
dan memberhentikan kendaraan bermotor dari tempat duduknya tanpa
melepaskan tangannya dari roda/atau kemudi; *24233 b.bekerja pada
semua roda kendaraan sesuai dengan besarnya beban pada masing-masing
sumbunya, baik kendaraan bermotor yang berdiri sendiri maupun
kendaraan bermotor yang dirangkaikan dengan kereta gandengan atau
kereta tempelan;
c.apabila ada bagian ren utama yang tidak berfungsi, rem tersebut
harus dapat bekerja sekurang-kurangnya pada roda-roda yang
bersebelahan pada satu sumbu dan dapat digunakan untuk memperlambat
dan memberhentikan kendaraan.
Pasal 20
Rem parkir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 harus memenuhi
persyaratan:
a.mampu menahan posisi kendaraan dalam keadaan berhenti baik pada
jalan datar, tanjakan maupun turunan;
b.dilengkapi dengan pengunci yang bekerja secara mekanis.
Pasal 21
Peralatan pengereman yang melakukan fungsi sebagai rem utama dan rem
parkir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18, dapat mempunyai komponen
rangkap.
Pasal 22
Selain harus dilengkapi dengan rem utama dan rem parkir sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18, setiap mobil bus dengan jumlah berat yang
diperbolehkan lebih dari 7.000 kilogram dan mobil barang dengan jumlah
berat yang diperbolehkan lebih dari 12.000 kilogram harus pula
dilengkapi dengan rem pelambat.
Pasal 23
(1)Setiap kereta gandengan atau kereta tempelan, harus dilengkapi
dengan rem yang dapat menjalankan dua fungsi, yaitu :
a.rem utama yang memungkinkan pengemudi dari tempat duduknya dapat
mengendalikan kecepatan dan memberhentikan kereta gandengan atau
kereta tempelan secara bersama-sama atau hampir bersamaan dengan
kendaraan bermotor penariknya; b.rem parkir yang mampu menahan posisi
kereta gandengan atau kereta tempelan berhenti pada jalan datar,
tanjakan maupun turunan.
(2)Ketentuan mengenai keharusan melengkapi rem yang dapat menjalankan
dua fungsi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku untuk
kereta tempelan satu sumbu yang memiliki jumlah berat yang
diperbolehkan tidak melebihi 750 kilogram.
Pasal 24
(1)Rem utama kereta gandengan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 23 ayat
(1) huruf a, harus dilengkapi dengan peralatan yang dapat bekerja
secara otomatis menghentikan kereta gandengan apabila alat perangkai
putus/terlepas dari kendaraan penariknya.
(2)Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku *24234
untuk kereta gandengan yang jarak sumbu rodanya kurang dari satu meter
dengan jumlah berat yang diperbolehkan tidak lebih dari 1.500 kilogram
dan/atau kereta gandengan yang ditarik oleh kendaraan bermotor penarik
yang dirancang untuk kecepatan maksimum kurang dari 20 kilogram per
jam.
Pasal 25
(1)Kereta gandengan atau kereta tempelan yang dirangkaikan dengan
kendaraan bermotor dalam satu rangkaian kendaraan, harus memiliki
peralatan pengeraman yang bersesuian.
(2)bekerjanya rem utama harus tersebar dan bekerja hampir bersamaan
secara baik, pada masing-masing roda setiap sumbu rangkaian kendaraan.
Pasal 26
(1)Setiap sepeda motor roda dua atau roda tiga yang dipasang simetris
terhadap sumbu tengah kendaraan yang membujur ke depan harus
dilengkapi dengan peralatan pengereman pada roda belakang dan roda
depan.
(2)Peralatan rem sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi
syarat :
a.pengemudi dapat melakukan pengendalian kecepatan atau memperlambat
dan memberhentikan sepeda motor dari tempat duduknya tanpa melepaskan
tangannya dari stang kemudi; b.bekerja pada semua roda sepeda motor
sesuai dengan besarnya beban pada masing-masing sumbu rodanya.
(3)Keharusan melengkapi alat pengerem sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) tidak berlaku untuk roda kereta samping yang dipasang pada sepeda
motor, apabila daya pengerem yang diperlukan dapat diperoleh dari rem
yang terdapat pada sepeda motor yang bersangkutan.
Pasal 27
(1)Sepeda motor yang mempunyai roda tiga selain dilengkapi dengan
peralatan pengereman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1),
harus pula dilengkapi dengan rem parkir.
(1)Sepeda motor yang mempunyai roda tiga selain dilengkapi dengan
peralatan pengereman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 26 ayat (1),
harus pula dilengkapi dengan rem parkir.
(2)Rem parkir sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi
persyaratan :
a.mampu menahan posisi kendaraan dalam keadaan berhenti baik pada
jalan datar, tanjakan maupun turunan; b.dilengkapi dengan pengunci
yang bekerja secara mekanis.
Pasal 28
Ketentuan lebih lanjut mengenai sistem rem diatur dengan Keputusan
Menteri.
*24235 Paragraf 10
Lampu-lampu dan Alat Pemantul Cahaya
Pasal 29
(1)Setiap kendaraan bermotor harus dilengkapi dengan lampu-lampu dan
alat pemantul cahaya yang meliputi :
a.lampu utama dekat secara berpasangan; b.lampu utama jauh secara
berpasangan, untuk kendaraan bermotor yang mampu mencapai kecepatan
lebih dari 40 kilometer per jam pada jalan datar; c.lampu penunjuk
arah secara berpasangan di bagian depan dan bagian belakang kendaraan;
d.lampu rem secara berpasangan; e.lampu posisi depan secara
berpasangan; f.lampu posisi belakang secara berpasangan; g.lampu
mundur; h.lampu penerangan tanda motor kendaraan bermotor di bagian
belakang kendaraan; i.lampu isyarat peringatan bahaya; j.lampu tanda
batas secara berpasangan, untuk kendaraan bermotor yang lebarnya lebih
dari 2.100 milimeter; k.pemantul cahaya berwarna merah secara
berpasangan dan tidak berbentuk segitiga.
(2)Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku untuk
sepeda motor.
Pasal 30
(1)Lampu utama dekat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf a
berjumlah 2 (dua) buah, berwarna putih atau kuning muda yang dipasang
pada bagian muka kendaraan dan dapat menerangi jalan pada malam hari
dengan cuaca cerah sekurang-kurangnya 40 meter ke depan kendaraan.
(2)Tepi terluar permukaan penyinaran lampu utama dekat sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), dipasang pada ketinggian tidak melebihi 1.250
milimeter dan tidak boleh melebihi 400 milimeter dari sisi bagian
terluar kendaraan.
Pasal 31
(1)Lampu utama jauh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf b
berjumlah genap, berwarna putih atau kuning muda yang dipasang pada
bagian muka kendaraan.
(2)Lampu utama jauh sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dapat
menerangi jalan pada malam hari dalam keadaan cuaca cerah
sekurang-kurangnya:
a.60 meter untuk kendaraan bermotor yang dirancang dengan kecepatan
lebih besar dari 40 kilometer per jam dan tidak lebih dari 100
kilometer per jam; b.100 meter untuk kendaraan bermotor yang dirancang
dengan kecepatan lebih dari 100 kilometer per jam.
(3)Tepi terluar permukaan penyinaran lampu utama jauh sebagaimana
*24236 dimaksud dalam ayat (1) dipasang pada ketinggian tidak melebihi
1.250 milimeter dan tidak boleh lebih dekat ke sisi bagian terluar
kendaraan dibandingkan dengan tepi terluar permukaan penyinaran lampu
utama dekat.
Pasal 32
(1)Lampu penunjuk arah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf c
berjumlah genap dan mempunyai sinar kelap-kelip berwarna kuning tua
dan dapat dilihat pada waktu siang atau malam hari oleh pemakai jalan
lainnya.
(2)Lampu penunjuk arah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipasang
pada ketinggian tidak melebihi 1.250 milimeter di samping kiri dan
kanan bagian depan dan bagian belakang kendaraan.
Pasal 33
(1)Lampu rem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf d, berjumlah
dua buah dan berwarna merah yang mempunyai kekuatan cahaya lebih besar
dari lampu posisi belakang.
(2)Lampu rem sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipasang pada
ketinggian tidak melebihi 1.250 millimeter di kiri dan kanan bagian
belakang kendaraan.
Pasal 34
(1)Lampu posisi depan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf e,
dipasang di bagian depan berjumlah dua buah berwarna putih, atau
kuning muda.
(2)Lampu posisi depan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dapat
bersatu dengan lampu utama dekat.
(3)Lampu posisi depan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat
(2), dipasang pada ketinggian tidak melebihi 1.250 milimeter dan harus
dapat dilihat pada malam hari dengan cuaca cerah pada jarak
sekurang-kurangnya 300 meter dan tidak menyilaukan pemakai jalan
lainnya.
(4)Tepi terluar permukaan penyinaran lampu posisi depan, tidak boleh
melebihi 400 milimeter dari sisi bagian terluar kendaraan.
Pasal 35
(1)Lampu posisi belakang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf f,
berjumlah genap,
berwarna merah dan dipasang pada bagian belakang kendaraan.
(2)Lampu posisi belakang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipasang
pada ketinggian tidak melebihi 1.250 milimeter dan harus dapat dilihat
pada malam hari dengan cuaca cerah pada jarak sekurang-kurangnya 300
meter dan tidak menyilaukan pemakai jalan lainnya.
(3)Tepi terluar permukaan penyinaran lampu posisi belakang tidak
*24237 boleh melebihi 400 milimeter dari sisi bagian terluar
kendaraan.
Pasal 36
(1)Lampu mundur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf g, berwarna
putih atau kuning muda dan tidak menyilaukan atau mengganggu pemakai
jalan lain.
(2)Lampu mundur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipasang pada
ketinggian tidak melebihi 1.250 milimeter dan hanya menyala apabila
penerus daya digunakan untuk posisi mundur.
Pasal 37
Lampu penerangan tanda nomor kendaraan bermotor bagian belakang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf h, dipasang dengan baik
sehingga dapat menerangi tanda nomor kendaraan pada malam hari dengan
cuaca cerah dan dapat dibaca pada jarak sekurang-kurangnya 50 meter
dari belakang.
Pasal 38
Lampu isyarat peringatan bahaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29
huruf i, menggunakan lampu penunjuk arah sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 32 yang menyala secara bersamaan dengan sinar kelap-kelip.
Pasal 39
Lampu tanda batas sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf j,
berjumlah dua buah, berwarna putih atau kuning muda dan dipasang di
bagian depan kiri atas dan kanan atas kendaraan serta dua buah
berwarna merah dipasang di bagian belakang kiri atas dan kanan atas
kendaraan.
Pasal 40
(1)Pemantul cahaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 huruf k,
berjumlah genap, berwarna merah serta dipasang di bagian belakang
kendaraan.
(2)Pemantul cahaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dapat
dilihat oleh pengemudi kendaraan lain yang berada di belakangnya pada
malam hari dengan cuaca cerah dari jarak sekurang-kurangnya 100 meter,
apabila pemantul cahaya tersebut disinari lampu utama kendaraan
dibelakangnya.
(3)Tepi bagian terluar pemantul cahaya sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), tidak boleh melebihi 400 milimeter dari sisi terluar kendaraan.
Pasal 41
Sepeda motor dengan atau tanpa kereta samping harus dilengkapi dengan
lampu-lampu dan pemantul cahaya yang meliputi :
a.lampu utama dekat;
b.lampu utama jauh, apabila mampu mempunyai kecepatan melebihi 40
kilometer per jam pada jalan datar;
c.lampu penunjuk arah secara berpasangan di bagian depan dan *24238
bagian belakang sepeda motor;
d.satu lampu posisi depan;
e.satu lampu posisi belakang;
f.satu lampu rem;
g.satu lampu penerangan tanda nomor kendaraan di bagian belakang;
h.satu pemantulan cahaya berwarna merah yang tidak berbentuk segitiga.
Pasal 42
(1)Lampu utama dekat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf a,
paling banyak dua buah, berwarna putih atau kuning muda dan dapat
menerangi jalan pada malam hari dengan cuaca cerah, sekurang-kurangnya
40 meter ke depan sepeda motor.
(2)Jika sepeda motor dilengkapi dengan lebih dari satu lampu utama
dekat, maka lampu utama dekat harus dipasang secara berdampingan
sedekat mungkin.
Pasal 43
(1)Lampu utama jauh sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf b,
paling banyak dua buah, berwarna putih atau kuning muda dan dapat
menerangi jalan secukupnya pada malam hari dalam keadaan cuaca cerah
sekurang-kurangnya 100 meter ke depan sepeda motor.
(2)Jika sepeda motor dilengkapi dengan lebih dari satu lampu utama
jauh, maka lampu utama jauh harus dipasang secara berdampingan sedekat
mungkin.
Pasal 44
(1)Lampu penunjuk arah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf c,
berjumlah genap dengan sinar kelap-kelip berwarna kuning tua, dan
dapat dilihat pada waktu siang maupun malam hari oleh pemakai jalan
lainnya.
(2)Lampu penunjuk arah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipasang
secara sejajar di sisi kiri dan kanan bagian muka dan bagian belakang
sepeda motor.
Pasal 45
(1)Lampu posisi depan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf d,
berjumlah paling banyak dua buah, berwarna putih atau kuning muda.
(2)Lampu posisi depan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus dapat
dilihat pada malam hari dengan cuaca cerah pada jarak
sekurang-kurangnya 300 meter dan tidak menyilaukan pemakai jalan
lainnya.
(3)Jika sepeda motor mempunyai dua lampu posisi depan, lampu-lampu itu
harus berdampingan sedekat mungkin.
Pasal 46
Lampu posisi belakang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf e,
*24239 berjumlah satu berwarna merah yang dapat dilihat pada waktu
malam hari dengan cuaca cerah pada jarak sekurang-kurangnya 300 meter
dan tidak menyilaukan pemakai jalan lainnya.
Pasal 47
Lampu rem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf f, berwarna merah
yang kekuatan cahayanya lebih besar dari lampu posisi belakang yang
dipasang pada bagian belakang sepeda motor.
Pasal 48
Lampu penerangan tanda nomor kendaraan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 41 huruf g, dapat menerangi tanda nomor kendaraan sehingga dapat
dilihat pada waktu malam hari dengan cuaca cerah pada jarak
sekurang-kurangnya 30 meter dari belakang.
Pasal 49
Pemantul cahaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41 huruf h, berwarna
merah dan tidak berbentuk segitiga dipasang pada bagian belakang
sepeda motor.
Pasal 50
(1)Kereta samping yang dipasang pada sepeda motor roda dua, harus
dilengkapi :
a.di bagian depan dengan lampu posisi depan berwarna putih atau kuning
muda; b.di bagian belakang dengan lampu posisi belakang berwarna
merah; c.satu pemantul cahaya berwarna merah dan tidak berbentuk
segitiga; d.lampu penunjuk arah berwarna kuning tua yang dipasang di
sisi kiri bagian depan dan belakang sepeda motor.
(2)Lampu posisi depan dan lampu posisi belakang kereta samping
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus menyala apabila lampu posisi
belakang sepeda motor dinyalakan.
Pasal 51
(1)Sepeda motor yang mempunyai tida roda dipasang secara simetris
terhadap bidang sumbu sepeda motor yang membujur, dan yang
diperlakukan sebagai sepeda motor, harus dilengkapi dengan lampu-lampu
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 41.
(2)Jika lebar sepeda motor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak
melebihi
1.300 milimeter, maka cukup dilengkapi dengan satu lampu utama dekat
dan satu lampu utama jauh.
Pasal 52
(1)Lampu kabut yang dipasang pada kendaraan bermotor berwarna putih
atau kuning, dengan jumlah paling banyak dua buah dan titik tertinggi
permukaan penyinaran tidak melebihi titik tertinggi permukaan
penyinaran dari lampu utama dekat.
(2)Tepi terluar permukaan penyinaran lampu kabut sebagaimana *24240
dimaksud dalam ayat (1), tidak melebihi 400 milimeter dari sisi
terluar kendaraan.
Pasal 53
Lampu kabut sebagaimana dimaksud dalam Pasal 52, tidak menyilaukan
atau mengganggu pemakai jalan lain.
Pasal 54
Kereta gandengan dan kereta tempelan wajib dilengkapi dengan
lampu-lampu dan alat pemantul cahaya yang meliputi :
Pasal 55
(1)Lampu penunjuk arah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf a,
berjumlah genap dan mempunyai sinar kelap-kelip berwarna kuning tua
serta dapat dilihat pada waktu siang maupun malam hari oleh pemakai
jalan lainnya.
(2)Lampu penunjuk arah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipasang di
sisi kiri dan kanan bagian depan dan belakang kereta gandengan.
Pasal 56
(1)Lampu rem sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf b, berjumlah
dua buah berwarna merah yang kekuatan cahayanya lebih besar dari lampu
posisi belakang dan dipasang di sebelah kiri dan kanan bagian belakang
kereta gandengan.
(2)Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku untuk
kereta gandengan dengan ukuran kecil yang posisinya dalam keadaan
ditarik tidak menutupi lampu rem dari kendaraan penariknya.
Pasal 57
(1)Lampu posisi depan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf c,
berjumlah dua buah dan berwarna putih.
(2)Lampu posisi depan sebagaimana dimaksud dalam ayat (10 dipasang di
sudut kiri bawah dan kanan bawah bagian depan kereta gandengan dengan
jarak antara tepi terluar permukaan penyinaran lampu posisi depan
dengan sisi terluar kereta gandengan tidak lebih dari 150 milimeter.
Pasal 58
(1)Lampu posisi belakang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf d,
berjumlah genap dan berwarna merah yang kelihatan pada malam hari
dengan cuaca cerah pada jarak sekurang-kurangnya 300 meter dan tidak
menyilaukan pemakai jalan lainnya.
(2)Lampu posisi belakang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipasang
di sudut kiri bawah dan kanan bawah bagian belakang kereta gandengan
dengan jarak antara tepi terluar permukaan penyinaran lampu posisi
belakang dengan sisi terluar kereta gandengan tidak lebih dari 400
milimeter. *24241 (3)Kereta gandengan yang lebarnya tidak melebihi 800
milimeter, dilengkapi satu buah atau lebih lampu posisi belakang
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
Pasal 59
(1)Lampu mundur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf f, berjumlah
dua buah berwarna putih atau kuning muda yang tidak menyilaukan atau
mengganggu pemakai jalan lain.
(2)Lampu mundur sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya menyala
apabila alat penerus daya digunakan pada posisi mundur.
Pasal 60
Lampu penerangan tanda nomor kendaraan bermotor bagian belakang
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf e, dipasang dengan baik
sehingga dapat menerangi tanda nomor kendaraan pada waktu malam hari
dengan cuaca cerah dan dapat dibaca pada jarak sekurang-kurangnya 50
meter dari belakang.
Pasal 61
(1)Pemantul cahaya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf g,
berjumlah genap berwarna merah dan berbentuk segitiga sama sisi dengan
panjang sisinya tidak kurang dari 150 milimeter dan tidak melebihi 200
milimeter serta dipasang di sudut kiri bawah dan kanan bawah bagian
belakang kereta gandengan.
(2)Pemantul cahaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat dilihat
oleh pengemudi yang ada dibelakangnya pada waktu malam hari dalam
cuaca cerah dari jarak 100 meter apabila terkena sinar lampu utama
kendaraan di belakangnya.
(3)Titik sudut terluar pemantul cahaya sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1), tidak melebihi 100 milimeter dari sisi terluar kereta gandengan.
(4)Kereta gandengan yang lebarnya tidak melebihi 800 milimeter
dilengkapi satu buah atau lebih pemantul cahaya.
Pasal 62
Pemantul cahaya sebagaimana dinaksud dalam Pasal 54 huruf h, berjumlah
dua buah dan dipasang di sisi kiri dan kanan bagian depan kereta
gandengan dengan jarak tidak melebihi 400 milimeter dari sisi terluar
kereta gandengan.
Pasal 63
Lampu-lampu yang berpasangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29,
Pasal 41 dan Pasal 54 harus :
a.dipasang simetris terhadap bidang sumbu tengah memanjang kendaraan;
b.simetris dengan sesamanya terhadap bidang sumbu tengah memanjang
kendaraan;
c.memenuhi persyaratan kalorimetris yang sama;
d.mempunyai sifat-sifat fotometris yang sama; *24242 e.dipasang pada
kendaraan dengan tinggi tidak melebihi 1.250 milimeter dari permukaan
jalan.
Pasal 64
(1)Lampu posisi depan, lampu posisi belakang, lampu penerangan tanda
nomor kendaraan, dan lampu tanda batas, harus dapat dinyalakan atau
dimatikan secara serentak.
(2)Lampu utama jauh atau lampu utama dekat, atau lampu kabut yang
dipasang pada kendaraan hanya dapat dinyalakan, apabila lampu-lampu
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dalam keadaan menyala.
(3)Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak berlaku apabila
lampu utama jauh sedang memberikan peringatan.
Pasal 65
Dilarang memasang lampu pada kendaraan bermotor, kereta berlaku atau
kereta tempelan yang menyinarkan :
a.cahaya kelap-kelip, selain lampu penunjuk arah dan lampu isyarat
peringatan bahaya;
b.cahaya berwarna merah ke arah depan;
c.cahaya berwarna putih ke arah belakang kecuali lampu mundur.
Pasal 66
Lampu isyarat berwarna biru hanya boleh dipasang pada kendaraan
bermotor :
a.petugas penegak hukum tertentu;
b.dinas pemadam kebakaran;
c.penanggulangan bencana;
d.ambulans;
e.unit palang merah;
f.mobil jenazah.
Pasal 67
Lampu isyarat berwarna kuning hanya boleh dipasang pada kendaraan
bermotor :
a.untuk membangun, merawat, atau membersihkan fasilitas umum;
b.untuk menderek kendaraan;
c.pengangkut bahan berbahaya dan beracun, limbah bahan berbahaya dan
beracun, peti kemas dan alat berat;
d.yang mempunyai ukuran lebih dari ukuran maksimum yang diperbolehkan
untuk dioperasikan di jalan;
e.milik instansi pemerintah yang dipergunakan dalam rangka keamanan
barang yang diangkut.
Pasal 68
Mobil bus dan mobil barang ukuran besar dapat memasang lampu-lampu
berwarna pada bagian atapnya, untuk membantu kendaraan lain
mengenalnya pada malam hari.
Pasal 69
*24243 Ketentuan lebih lanjut mengenai lampu-lampu dan pemantulan
cahaya diatur dengan Keputusan Menteri.
Paragraf 11 Komponen Pendukung
Pasal 70
Komponen pendukung kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal
3 ayat (2) huruf a, terdiri dari :
a.pengukur kecepatan, untuk kendaraan bermotor yang memiliki kemampuan
kecepatan 40 km/jam atau lebih pada jalan datar;
b.kaca spion;
c.penghapus kaca kecuali sepeda motor;
d.klakson;
e.sabuk keselamatan kecuali sepeda motor;
f.sepakbor;
g.bumper, kecuali sepeda motor.
Pasal 71
(1)Pengukur kecepatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf a,
dipasang pada tempat yang mudah dilihat oleh pengemudi.
(2)Alat pengukur kecepatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
berupa :
a.alat pengukur kecepatan mekanis; b.alat pengukur kecepatan
elektronis;
(3)Alat pengukur kecepatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2),
dilengkapi dengan pengukur jarak.
Pasal 72
(1)Kaca spion kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70
huruf b, berjumlah dua buah atau lebih, kecuali sepeda motor.
(2)Kaca spion sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dibuat dari kaca
atau bahan menyerupai kaca yang tidak merubah jarak dan bentuk orang
dan/atau barang yang dilihat.
(3)Kaca spion sepeda motor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
berjumlah sekurang-kurangnya satu buah.
Pasal 73
(1)Penghapus kaca sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf c,
sekurang-kurangnya berjumlah satu buah.
(2)Penghapus kaca sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus memenuhi
persyaratan:
a.dapat membersihkan bagian kaca dengan cukup luas sehingga pengemudi
mempunyai pandangan yang jelas ke jalan; b.digerakkan secara mekanis
dan/atau elektronis.
*24244 Pasal 74
Klakson sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf d, harus dapat
mengeluarkan bunyi yang dalam keadaan biasa dapat didengar pada jarak
60 meter.
Pasal 75
Peringatan bunyi berupa sirena hanya boleh dipasang pada kendaraan
bermotor :
a.petugas penegak hukum tertentu;
b.dinas pemadam kebakaran;
c.penanggulangan bencana;
d.kendaraan ambulans;
e.unit palang merah;
f.mobil jenazah.
Pasal 76
(1)Sabuk keselamatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf e,
berjumlah dua jangkar atau lebih yang dipasang untuk melengkapi tempat
duduk pengemudi dan tempat duduk penumpang di samping tempat duduk
pengemudi.
(2)Sabuk keselamatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), harus
memenuhi persyaratan :
a.tidak mempunyai tepi-tepi yang tajam yang dapat melukai pemakai;
b.dipasang sedemikian sehingga tidak ada benda atau peralatan lain
yang mengganggu fungsinya; c.kepala pengunci harus dapat dioperasikan
dengan mudah.
Pasal 77
(1)Sepakbor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf f, diwajibkan
untuk setiap kendaraan bermotor.
(2)Sepakbor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi
persyaratan :
a.mampu mengurangi percikan air atau lumpur kebelakang kendaraan, atau
badan kendaraan; b.memiliki lebar sekurang-kurangnya selebar telapak
ban.
Pasal 78
(1)Bumper sebagaimana dimaksud dalam Pasal 70 huruf g, dipasang:
a.di depan belakang untuk mobil penumpang dan mobil bus; b.di depan
untuk mobil barang.
(2)Bumper depan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak boleh
menonjol ke depan lebih dari 50 centimeter melewati bagian badan
kendaraan yang paling depan.
Pasal 79
Ketentuan lebih lanjut mengenai komponen pendukung kendaraan *24245
bermotor diatur dengan Keputusan Menteri.
Paragraf 12 Badan Kendaraan Bermotor
Pasal 80
(1)Badan kendaraan harus dirancang cukup kuat untuk menahan semua
jenis beban sewaktu kendaraan bermotor dioperasikan dan diikat kukuh
pada rangka landasannya.
(2)Pada bagian dalam kendaraan bermotor tidak boleh terdapat bagian
yang menonjol yang dapat membahayakan keselamatan.
Pasal 81
(1)Setiap ruang pengemudi dan ruang penumpang harus mempunyai pintu
masuk dan/atau pintu keluar.
(2)Pintu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan pengunci pintu harus
dirancang sedemikian rupa sehingga tidak dapat terbuka tanpa
disengaja.
(3)Engsel pintu samping, kecuali pintu sorong, pada sisi kendaraan
bermotor harus dipasang pada sisi pintu di sebelah depan menurut arah
kendaraan.
Pasal 82
(1)Kaca depan dan jendela kendaraan bermotor dan kereta gandengan
harus dibuat dari kaca keselamatan yang tidak boleh memberikan
bayangan yang tidak jelas, sehingga mengganggu penglihatan pengemudi.
(2)Kaca depan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi
persyaratan :
a.dibuat dari bahan tahan goresan; b.dibuat dari bahan yang
kebeningannya tidak akan menjadi luntur; c.jika kaca pecah, tidak
membahayakan pengemudi atau penumpang yang duduk di samping pengemudi.
(3)Kaca kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat
terbuat dari bahan kaca berwarna atau dilapisi dengan bahan pelapis
berwarna dengan ukuran dan tingkat kegelapan tertentu.
(4)Dilarang menempelkan tanda-tanda dalam bentuk apapun, pada kaca
depan dan kaca jendela samping ruang pengemudi kendaraan bermotor yang
dapat mengganggu pandangan bebas pengemudi.
Pasal 83
Tempat duduk pengemudi pada setiap kendaraan bermotor selain sepeda
motor harus memenuhi persyaratan :
a.ditempatkan pada bagian dalam badan kendaraan yang memungkinkan
pengemudi dapat mengendalikan kendaraannya tanpa terhalang oleh
penumpang atau barang muatannya; *24246 b.mempunyai lebar
sekurang-kurangnya 400 milimeter dan simetris dengan pusat roda
kemudi;
c.memungkinkan pengemudi mempunyai pandangan yang bebas ke depan dan
ke samping;
d.tidak ada gangguan cahaya dari dalam kendaraan;
e.mempunyai peralatan untuk menyesuaikan posisi duduk pengemudi.
Pasal 84
(1)Ukuran lebar tempat duduk penumpang sekurang-kurangnya 400
milimeter, kecuali tempat duduk jenis pelana pada sepeda motor dan
tempat duduk penumpang pada bus sekolah.
(2)Tempat duduk jenis pelana pada sepeda motor sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1), memiliki ukuran lebar dan panjang yang dapat menjamin
keselamatan pengemudi dan penumpangnya.
(3)Tempat duduk penumpang pada bus sekolah sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), memiliki ukuran lebar sekurang-kurangnya 270 milimeter,
serta tinggi dari lantai badan kendaraan tidak lebih dari 250
milimeter.
Pasal 85
Tempat duduk pengemudi pada kendaraan umum harus terpisah dari tempat
duduk penumpang.
Pasal 86
(1)Setiap kendaraan bermotor dilengkapi dengan tempat pemasangan tanda
nomor kendaraan bermotor pada sisi bagian depan dan belakang kendaraan
bermotor.
(2)Setiap kereta gandengan atau kereta tempelan dilengkapi dengan
tempat untuk memasang tanda nomor kendaraan bermotor pada sisi bagian
belakang kereta gandengan atau kereta tempelan.
(3)Tempat pemasangan tanda nomor kendaraan bermotor sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2), berada pada posisi tegak lurus
dengan sumbu kendaraan bermotor.
Pasal 87
Ketentuan lebih lanjut mengenai badan kendaraan bermotor diatur dengan
Keputusan menteri.
Paragraf 13 Peralatan dan Perlengkapan Kendaraan
Pasal 88
Setiap kendaraan bermotor kecuali sepeda motor dilengkapi peralatan
kendaraan bermotor sekurang-kurangnya meliputi dongkrak dan alat
pembuka ban.
Pasal 89
(1)Setiap kendaraan bermotor kecuali sepeda motor tanpa kereta
samping, dilengkapi perlengkapan kendaraan bermotor sekurang- *24247
kurangnya meliputi :
a.ban cadangan; b.segitiga pengaman; c.helm bagi kendaraan bermotor
roda empat atau lebih yang tidak dilengkapi dengan rumah-rumah.
(2)Setiap sepeda motor dengan atau tanpa kereta samping, dilengkapi
dengan helm untuk pengemudi dan penumpangnya.
Pasal 90
Ketentuan lebih lanjut mengenai peralatan dan perlengkapan kendaraan
bermotor diatur dengan Keputusan Menteri.
Paragraf 14 Persyaratan Tambahan Khusus Untuk Mobil Bus
Pasal 91
(1)Setiap mobil bus yang dirancang untuk mengangkut penumpang kurang
dari 15 orang tidak termasuk pengemudi, harus mempunyai
sekurang-kurangnya satu pintu keluar dan/atau masuk penumpang pada
dinding kiri bagian depan atau belakang, yang lebatnya
sekurang-kurangnya 650 milimeter dan meliputi seluruh tinggi dinding.
(2)Setiap mobil bus yang dirancang untuk mengangkut penumpang sebanyak
15 orang atau lebih, tidak termasuk pengemudi, harus mempunyai
sekurang-kurangnya :
a.satu pintu keluar dan/atau masuk yang lebarnya sekurang-kurangnya
1.200 milimeter yang meliputi seluruh tinggi dinding; atau b.dua pintu
keluar dan/atau masuk untuk penumpang, terdiri dari : 1)satu pintu
harus memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1); dan
2)satu pintu lainnya ditempatkan pada dinding kiri dengan lebar
sekurang-kurangnya 550 milimeter dan meliputi seluruh tinggi dinding.
(3)Pintu keluar/masuk untuk penumpang sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dan ayat (2) harus menjamin kemudahan penggunaannya dan tidak
terhalang.
(4)Anak tangga paling bawah dari pintu keluar/masuk penumpang
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2) paling tinggi 350
milimeter diukur dari permukaan jalan dan lebar sekurang-kurangnya 400
milimeter.
(5)Tangga pintu keluar/masuk penumpang yang dapat dilipat, harus
dikonstruksi sedemikian sehingga anak tanggal selalu berada pada
tempatnya secara kukuh dan memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud
dalam ayat (4), jika pintu dibuka.
Pasal 92
(1)Di samping pintu keluar/masuk penumpang sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 91, setiap mobil bus harus pula mempunyai tempat *24248 keluar
darurat pada kedua sisinya.
(2)Jumlah tempat keluar darurat sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
sekurang-kurangnya :
a.satu tempat keluar darurat pada setiap sisi kanan-kiri, jika
muatannya tidak lebih dari 26 penumpang; b.dua tempat keluar darurat
pada setiap sisi kanan-kiri, jika muatannya antara 27 dan 50
penumpang; c.tiga tempat keluar darurat pada setiap sisi jika
muatannya antara 51 dan 80 penumpang; d.empat tempat keluar darurat
pada setiap sisi jika muatannya lebih dari 80 penumpang.
(3)Pada sisi kiri, jumlah tempat keluar darurat sebagaimana dimaksud
dalam ayat (2) dapat dikurangi dengan satu, jika pada dinding belakang
terdapat pintu yang lebarnya paling sedikit 430 milimeter.
(4)Tempat keluar darurat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) dapat
berupa jendela dan/atau pintu.
(5)Tempat keluar darurat berupa jendela harus memenuhi persyaratan :
a.memiliki ukuran minimum 600 milimeter kali 430 milimeter dan apabila
memiliki ukuran sekurang-kurangnya 1.200 milimeter kali 430 milimeter
disamakan dengan memiliki dua tempat keluar darurat; b.mudah dan cepat
dapat dibuka atau dirusak atau dilepas; c.sudur-sudut jendela yang
berfungsi sebagai tempat keluar darurat tidak runcing; d.tidak
dirintangi oleh tongkat-tongkat atau jeruji pelindung.
(6)Tempat keluar darurat berupa pintu yang dipasang pada dinding
samping kanan, harus memenuhi persyaratan :
a.memiliki lebar sekurang-kurangnya 430 milimeter; b.mudah dibuka
setiap waktu dari dalam.
Pasal 93
(1)Tempat keluar darurat diberi tanda dengan tulisan yang menyatakan
tempat keluar darurat, dan penjelasan mengenai tata cara membukanya.
(2)Tempat duduk di dekat tempat keluar darurat harus mudah dilepas
atau dilipat.
Pasal 94
(1)Setiap mobil bus dilengkapi lorong dengan lebar efektif 350
milimeter atau lebih yang membentang dari pintu masuk sampai ke setiap
tempat duduk.
(2)Tinggi atap bagian dalam kendaraan, diukur 400 milimeter dari
dinding samping dalam kendaraan sekurang-kurangnya :
a.1.700 milimeter diukur dari lantai bagian dalam *24249 kendaraan,
untuk mobil bus yang dilengkapi dengan tempat berdiri; b.1.500
milimeter diukur dari lantai bagian dalam kendaraan, untuk mobil bus
yang tidak dilengkapi dengan tempat berdiri.
Pasal 95
Jumlah tempat duduk dan tempat berdiri di dalam mobil bus umum, harus
jelas dinyatakan dengan suatu tulisan yang ditempatkan di dalam mobil
bus sehingga jelas kelihatan oleh awak dan penumpangnya.
Pasal 96
(1)Jarak antara tempat duduk dengan tempat duduk di depannya
sekurang-kurangnya 650 milimeter diukur dari sisi depan sandaran
tempat duduk ke sisi belakang sandaran tempat duduk didepannya.
(2)Jarak tempat duduk yang dipasang di dekat tempat keluar darurat,
atau tempat duduk yang dapat dilipat, atau tempat duduk kondektur,
dapat memiliki ukuran lebih kecil dari ukuran sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1).
(3)Jarak antara tempat duduk yang ditempatkan berhadapan
sekurang-kurangnya
1.100 milimeter diukur dari sisi depan sandaran tempat duduk.
Pasal 97
(1)Mobil bus yang digunakan untuk melayani angkutan jarak pendek dan
angkutan kota, dapat disediakan tempat berdiri penumpang.
(2)Ukuran tinggi tempat berdiri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1),
sekurang-kurangnya 1.700 milimeter dan tersedia sekurang-kurangnya
0,17 meter persegi luas lantai untuk setiap penumpang.
(3)Penyediaan tempat berdiri sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilengkapi dengan pegangan tangan secukupnya.
Pasal 98
Jika ruang penumpang seluruhnya atau sebagian terpisah dari tempat
duduk pengemudi, mobil bus harus dilengkapi dengan peralatan
komunikasi yang mudah dicapai pembantu pengemudi dan atau penumpang,
untuk memberikan isyarat atau tanda berhenti kepada pengemudi.
Pasal 99
Setiap mobil bus dilengkapi dengan ganjal roda yang cukup kuat dan
diletakkan pada tempat yang mudah dicapai oleh pembantu pengemudi atau
pengemudi kendaraan yang bersangkutan.
Pasal 100
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan tambahan khusus untuk
mobil bus diatur dengan Keputusan Menteri. *24250 Paragraf 15
Persyaratan Tambahan Khusus Untuk Mobil Bus Sekolah
Pasal 101
Setiap mobil bus sekolah pada sisi luar bagian depan dan belakang,
dipasang suatu tanda yang jelas kelihatan berupa tulisan bus sekolah.
Pasal 102
(1)Setiap mobil bus sekolah dilengkapi dengan lampu berwarna merah di
bawah jendela belakang yang berfungsi memberi tanda bahwa mobil bus
sekolah tersebut berhenti.
(2)Mobil bus sekolah sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilengkapi
suatu tanda yang jelas kelihatan berupa tulisan berhenti jika lampu
merah nyala yang dipasang di bawah jendela belakang.
Pasal 103
(1)Pintu masuk dan/atau keluar mobil bus sekolah dilengkapi dengan
anak tangga.
(2)Jarak antara anak tangga yang satu dengan lainnya paling tinggi 200
milimeter dan jarak antara permukaan tanah dengan anak tangga terbawah
paling tinggi 300 milimeter.
(3)Ukuran lebar dan tinggi efektif pintu masuk dan/atau keluar
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi ketentuan Pasal 91.
Pasal 104
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan tambahan khusus untuk
mobil bus sekolah diatur dengan Keputusan Menteri.
Paragraf 16 Persyaratan Tambahan Khusus Mobil Barang
Pasal 105
Setiap mobil barang dilengkapi dengan ganjal roda yang cukup kuat dan
diletakkan pada tempat yang mudah dicapai oleh pembantu pengemudi atau
pengemudi kendaraan yang bersangkutan.
Pasal 106
(1)Setiap mobil barang yang tinggi ujung landasan dan/atau bagian
belakang dan/atau samping badannya berjarak lebih dari 700 milimeter
di atas jalan, dan/atau sumbu paling belakang berjarak lebih dari
1.000 milimeter diukur dari sisi terluar dari bagian belakang
kendaraan, dipasang perisai kolong.
(2)Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku bagi
mobil barang yang dirancang untuk kecepatan maksimum kurang dari 25
kilometer per jam.
*24251 Pasal 107
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan tambahan bagi mobil barang
diatur dengan Keputusan Menteri.
Paragraf 17 Persyaratan Tambahan Khusus Untuk Rangkaian Kendaraan,
Kereta Gandengan dan Kereta Tempelan
Pasal 108
(1)Rangkaian kendaraan bermotor dengan kereta tempelan harus
menggunakan alat perangkai.
(2)Alat perangkai kendaraan bermotor dengan kereta tempelan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menggunakan roda kelima yang
dilengkapi dengan alat pengunci.
(3)Alat perangkai sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat berupa
alat perangkai otomatis dan bukan otomatis.
(4)Apabila rangkaian kendaraan bermotor dengan kereta tempelan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) menggunakan alat perangkai
otomatis, hanya boleh digunakan pada tangkaian kendaraan yang memiliki
jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan maksimum 20.000 kilometer.
Pasal 109
(1)Setiap kereta tempelan dilengkapi dengan kaki-kaki penopang yang
dipasang secara kukuh pada jarak lebih dari dua pertiga dari seluruh
panjang kereta tempelan, diukur dari ujung paling belakang kereta
tempelan.
(2)Letak kaki penopang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak
melebihi lebar kereta tempelan.
Pasal 110
Setiap kereta gandengan atau kereta tempelan yang tinggi ujung
landasannya dan/atau bagian belakang dan/atau bagian samping badannya
berjarak lebih dari 700 milimeter di atas jalan, dan/atau sumbu paling
belakang berjarak lebih dari
1.000 milimeter diukur dari sisi terluar bagian belakang kereta
gandengan atau kereta tempelan, dipasang perisai kolong.
Pasal 111
Peralatan hidrolis, pneumatis atau mekanis yang memungkinkan
diangkatnya roda-roda dari tanah dapat digunakan sewaktu kendaraan
berjalan biasa, apabila rancangan alat pengangkat tersebut tidak
menimbulkan lebih muatan pada salah satu sumbu kendaraan, ketika sumbu
yang lain berada dalam posisi diangkat.
Pasal 112
(1)Rangkaian kendaraan bermotor dengan kereta gandengan harus
menggunakan alat perangkai.
(2)Alat perangkai kendaraan bermotor dengan kereta gandengan *24252
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus memenuhi persyaratan :
a.kukuh, sehingga dapat menahan seluruh berat kendaraan yang ditarik;
b.dikonstruksi dengan gerakan terbatas dan dapat merangkaikan
kendaraan bermotor penarik dengan kendaraan yang ditarik dengan kukuh
dan sempurna;
c.dilengkapi dengan alat keselamatan yang layak untuk mencegah
pemisahan yang tidak disengaja, sewaktu terjadi tubrukan atau sebagai
akibat dari getaran kendaraan.
Pasal 113
Kereta gandengan yang tidak dilengkapi dengan rem otomatis sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 24, dilengkapi dengan alat tambahan berupa
rantai, kabel, atau alat sejenisnya yang dapat mencegah tongkat
penarik menyentuh tanah dan memungkinkan kereta gandengan tersebut
dihentikan apabila alat penariknya putus.
Pasal 114
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan tambahan khusus untuk
rangkaian kendaraan, kereta gandengan dan kereta tempelan diatur
dengan Keputusan Menteri.
Paragraf 18 Ukuran dan Muatan Kendaraan Bermotor
Pasal 115
(1)Ukuran utama kendaraan bermotor, dengan atau tanpa muatannya adalah
sebagai berikut :
a.lebar maksimum 2.500 milimeter; b.tinggi maksimum 4.200 milimeter
dan tidak lebih dari 1,7 kali lebar kendaraannya; c.panjang maksimum
kendaraan bermotor tunggal 12.000 milimeter, sedangkan rangkaian
kendaraan bermotor dengan kereta gandengan atau kereta tempelan tidak
lebih dari 18.000 milimeter; d.panjang bagian kendaraan tanpa muatan
yang menjulur ke belakang dari sumbu paling belakang, maksimum 62,50 %
dari jarak sumbunya, sedangkan yang menjulur ke depan dari sumbu
paling depan, maksimum 43,50 % dari jarak sumbunya;
e.sudut pergi bagian belakang bawah kendaraan sekurang-kurangnya 8
derajat diukur dari atas permukaan jalan.
(2)Ukuran tinggi mobil bus tingkat dapat melebihi ukuran tinggi
maksimum sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf b.
(3)Ukuran panjang mobil bus tempel tidak lebih dari 18.000 milimeter.
(4)Apabila kendaraan bermotor dengan atau tanpa muatan memiliki tinggi
total lebih dari 3.500 milimeter, wajib dilengkapi *24253 dengan tanda
peringatan mengenai tinggi kendaraan yang dikemudikan.
(5)Tanda peringatan sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) berupa tulisan
yang mudah dilihat oleh pengemudi di dalam ruang pengemudi.
Pasal 116
Lebar kereta gandengan yang dapat ditarik oleh sepeda motor maksimum
1.000 militer.
Pasal 117
(1)Jumlah berat yang diperbolehkan dan/atau jumlah berat kombinasi
yang diperbolehkan untuk kendaraan bermotor, atau rangkaian kendaraan
bermotor dengan kereta gandengan atau kereta tempelan ditentukan oleh
pembuatnya berdasarkan :
a.perhitungan kekuatan konstruksi; b.besarnya daya motor; c.kapasitas
pengereman; d.kemampuan ban; e.kekuatan sumbu-sumbu; f.ketinggian
tanjakan jalan.
(2)Jumlah berat yang diperbolehkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
harus lebih kecil atau sama dengan hasil penjumlahan dari kekuatan
masing-masing sumbunya.
Pasal 118
(1)Jumlah berat yang diizinkan atau jumlah berat kombinasi yang
diizinkan pada setiap kendaraan bermotor, kereta gandengan atau kereta
tempelan, ditentukan berdasarkan :
a.berat kosong kendaraan; b.jumlah berat yang diperbolehkan dan/atau
jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan; c.dimensi kendaraan dan bak
muatan; d.titik berat muatan dan pengemudi; e.kelas jalan; f.jumlah
tempat duduk yang tersedia, bagi mobil bus.
(2)Jumlah berat kendaraan yang diizinkan maksimum sama dengan jumlah
berat kendaraan yang diperbolehkan bagi kendaraan yang bersangkutan,
dan jumlah berat kombinasi kendaraan yang diizinkan maksimum sama
dengan jumlah berat kombinasi kendaraan yang diperbolehkan.
Pasal 119
Radius putar minimum kendaraan bermotor dengan atau tanpa kereta
gandengan atau kereta tempelan maksimum 12.000 milimeter.
Pasal 120
(1)Bagian kendaraan bermotor atau rangkaian kendaraan bermotor berikut
muatannya yang menonjol, maksimum 2.000 milimeter dari sisi bagian
terluar belakang kendaraan bermotor dan tidak *24254 melebihi kaca
depan kendaraan bermotor yang bersangkutan.
(2)Apabila muatan yang menonjol menghalangi lampu-lampu atau pemantul
cahaya, maka pada ujung muatan tersebut ditambah lampu-lampu dan
pemantul cahaya.
(3)Panjang total kendaraan bermotor beserta muatan yang menonjol
sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) tidak lebih dari ketentuan panjang
total sebagaimana dimaksud dalam Pasal 115.
Pasal 121
(1)Rangkaian kendaraan bermotor yang diizinkan dioperasikan di jalan,
meliputi :
a.mobil barang yang terdiri dari satu kendaraan bermotor penarik dan
hanya satu kereta tempelan; b.mobil bus yang terdiri dari satu mobil
bus penarik dan hanya satu bus; c.mobil barang yang terdiri dari satu
mobil barang tunggal dan hanya satu kereta gandengan; d.mobil bus yang
terdiri dari satu mobil bus penarik dan hanya satu bus gandengan;
e.mobil penumpang yang terdiri dari satu mobil penumpang penarik dan
hanya satu kereta gandengan; f.sepeda motor dengan kereta gandengan.
(2)Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku
terhadap kendaraan bermotor untuk keperluan pertanian yang menarik
kereta gandengan dengan berat maksimum yang diperbolehkan kurang dari
3.500 kilogram.
Pasal 122
(1)Setiap mobil barang, kereta gandengan dan kereta tempelan yang
memiliki jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 12.000 kilogram
harus dilengkapi dengan tanda yang menyatakan kendaraan bermotor
berat.
(2)Tanda sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipasang pada sisi
kendaraan bagian depan dan belakang.
(3)Tanda yang dipasang pada sisi kendaraan bagian belakang sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2) harus dapat memantulkan cahaya.
Pasal 123
(1)Setiap kereta gandengan atau kereta tempelan yang memiliki panjang
lebih dari 6.000 milimeter, harus dilengkapi dengan pelat belakang
berwarna putih dan kuning yang dapat memantulkan cahaya.
(2)Pelat belakang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) bertuliskan kata
gandengan.
(3)Pelat belakang sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipasang pada
perisai kolong atau di tempat lain pada sisi belakang kendaraan.
*24255 Pasal 124
(1)Kendaraan bermotor dapat ditarik oleh kendaraan bermotor lain
dengan persyaratan berikut :
a.tidak boleh ditarik oleh lebih dari satu kendaraan bermotor.
b.ditarik dengan kendaraan bermotor yang dilengkapi dengan alat
penarik yang kaku, apabila kendaraan bermotor yang akan ditarik
memiliki jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 4.000 kilogram;
(2)Kendaraan bermotor dapat ditarik tanpa dikemudikan oleh seseorang,
apabila :
a.kendaraan bermotor penarik dan yang ditarik dirangkaikan dengan
peralatan yang kaku, sedemikian sehingga dapat menjamin bahwa
kendaraan yang ditarik dapat dikemudikan dengan baik melalui
penariknya dan beratnya tidak lebih dari separuh berat kendaraan
penarik, serta tidak lebih dari 750 kilogram;
b.sumbu yang dikemudikan dari kendaraan bermotor yang ditarik,
diangkat dari atas tanah dengan peralatan khusus yang dipasang pada
kendaraan penariknya.
(2)Kendaraan bermotor yang ditarik pada waktu malam hari harus
memiliki sekurang-kurangnya lampu posisi atau lampu isyarat peringatan
bahaya di bagian belakangnya.
(3)Setiap peralatan yang digunakan untuk merangkaikan kendaraan
penarik dan kendaraan yang ditarik harus dipasang dengan baik dan
kukuh dengan jarak antara kendaraan penarik dan yang ditarik tidak
lebih dari 5 meter.
Pasal 125
Ketentuan lebih lanjut mengenai muatan dan ukuran kendaraan bermotor
diatur dengan Keputusan Menteri.
Paragraf 19 Rancangan Bangun dan Rekayasa
Pasal 126
(1)Rancang bangun dan rekayasa kendaraan bermotor, kereta gandengan,
kereta tempelan, karoseri, bak muatan, dan modifikasi serta
alat-alatnya wajib memenuhi persyaratan teknis.
(2)Sebagai bukti bahwa rancang bangun dan rekayasa sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) telah memenuhi persyaratan teknis, diberikan
pengesahan oleh pejabat yang ditunjuk oleh Menteri.
Bagian Kedua Persyaratan Laik Jalan Kendaraan Bermotor
Paragraf 1 Ambang Batas Laik Jalan
*24256 Pasal 127
(1)Kendaraan bermotor harus memenuhi ambang batas laik jalan, yang
meliputi :
a.emisi gas buang kendaraan bermotor; b.kebisingan suara kendaraan
bermotor; c.efisiensi sistem rem utama; d.efisiensi sistem rem parkir;
e.kincup roda depan; f.tingkat suara klakson; g.kemampuan pancar dan
arah sinar lampu utama; h.radius putar; i.alat penunjuk kecepatan;
j.kekuatan, unjuk kerja dan ketahanan ban luar untuk masing-masing
jenis, ukuran dan lapisan; k.kedalaman alur ban luar.
(2)Untuk kendaraan-kendaraan tertentu sesuai peruntukkannya, Menteri
dapat menetapkan ambang batas laik jalan kendaraan bermotor selain
yang ditetapkan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
(3)Ketentuan ambang batas laik jalan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) huruf a dan huruf b, ditetapkan dengan Keputusan Menteri yang
bertanggung jawab di bidang pengelolaan lingkungan hidup setelah
mendengar pendapat Menteri.
(4)Ketentuan lebih lanjut mengenai ambang batas laik jalan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) selain huruf a dan huruf b, diatur dengan
Keputusan Menteri.
Paragraf 2 Pengesahan dan Sertifikat Tipe
Pasal 128
(1)Setiap kendaraan bermotor, kereta gandengan dan kereta tempelan
baik yang dibuat dan/atau dirakit di dalam negeri maupun diimpor,
harus memenuhi persyaratan teknis dan ambang batas laik jalan sesuai
dengan peruntukannya.
(2)Setiap kendaraan bermotor, kereta gandengan dan kereta tempelan
yang memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diberikan pengesahan dan sertifikat tipe setelah lulus uji tipe.
Pasal 129
Kendaraan bermotor jenis kendaraan khusus dapat diberikan pengecualian
dan/atau penambahan persyaratan teknis dan/atau laik jalan.
Pasal 130
Ketentuan mengenai pengecualian dan/atau tambahan terhadap pemenuhan
persyaratan teknis dan laik jalan dapat diberikan terhadap :
a.kendaraan bermotor yang dirancang tidak untuk dipergunakan di *24257
jalan;
b.kereta untuk orang cacat;
c.kendaraan bermotor yang dicoba di jalan dalam rangka penelitian;
d.kendaraan bermotor yang menggunakan teknologi baru.
Pasal 131
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengesahan dan sertifikat tipe diatur
dengan Keputusan Menteri.
BAB III PENGUJIAN KENDARAAN BERMOTOR
Bagian Pertama Jenis dan Persyaratan Umum
Paragraf 1 Jalan Pengujian
Pasal 132
(1)Pengujian kendaraan bermotor dilaksanakan dalam rangka menjamin
keselamatan, kelestarian lingkungan dan pelayanan umum.
(2)Pelaksanaan pengujian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) merupakan
tanggung jawab Pemerintah.
(3)Pengujian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi uji tipe
dan/atau uji berkala.
Paragraf 2 Persyaratan Umum Pengujian
Pasal 133
(1)Pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 132 dilakukan oleh
tenaga penguji yang memiliki kualifikasi teknis.
(2)Kualifikasi teknis sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dikelompokkan berdasarkan pertimbangan tingkat wewenang dan tanggung
jawab tenaga penguji secara berjenjang.
Pasal 134
Kualifikasi teknis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 133 diperoleh
setelah mengikuti pendidikan dan pelatihan penguji kendaraan bermotor.
Pasal 235
(1)Setiap tenaga penguji yang dinyatakan memenuhi kualifikasi teknis
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 134 diberi sertifikat dan tanda
kualifikasi teknis oleh Menteri.
(2)Sertifikat dan tanda kualifikasi teknis sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), berlaku untuk seluruh Indonesia.
*24258 (3)Setiap tenaga penguji yang sedang menjalankan tugas harus
mengenakan tanda kualifikasi teknisnya.
Pasal 136
(1)Pelaksanaan pengujian kendaraan bermotor hanya dapat dilakukan oleh
:
a.pelaksana pengujian yang dilengkapi dengan peralatan dan fasilitas
pengujian;
b.tenaga penguji yang memiliki kualifikasi teknis sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 135.
(2)Pelaksana pengujian sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) huruf a,
bertanggung jawab memelihara dan mengoperasikan seluruh peralatan uji
secara baik dan benar.
(3)Menteri melakukan pembinaan dan pengawasan teknis terhadap
pelaksanaan pengujian kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1).
Pasal 137
Kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan dan kendaraan
khusus dinyatakan lulus uji, apabila memenuhi persyaratan teknis dan
laik jalan.
Pasal 138
Ketentuan lebih lanjut mengenai persyaratan umum pengujian diatur
dengan Keputusan Menteri.
Bagian Kedua Uji Tipe
Pasal 139
(1)Setiap kendaraan bermotor, kereta gandengan kereta tempelan dan
kendaraan khusus, sebelum disetujui untuk diimpor atau diproduksi
dan/atau dirakit secara massal, wajib dilakukan uji tipe.
(2)Kendaraan bermotor yang diwajibkan uji tipe sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) dapat berupa landasan kendaraan bermotor dan kendaraan
bermotor dalam keadaan lengkap.
(3)Pelaksanaan uji tipe sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dilakukan
oleh Menteri.
Pasal 140
(1)Pengujian tipe kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam pasal
139 ayat (1), dipungut biaya.
(2)Besarnya biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), ditetapkan
dengan Keputusan Menteri setelah memperoleh persetujuan Menteri yang
bertanggung jawab di bidang keuangan negara.
*24259 Pasal 141
Kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan, dan kendaraan
khusus yang telah lulus uji tipe, diberikan tanda bukti lulus uji tipe
berupa :
a.sertifikat uji tipe dilengkapi dengan pengesahan hasil uji untuk
kendaraan bermotor yang diuji tipe dalam keadaan lengkap;
b.sertifikat uji tipe landasan dilengkapi dengan pengesahan hasil uji
untuk landasan kendaraan bermotor yang diuji tipe.
Pasal 142
(1)Bagi kendaraan bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan,
kendaraan khusus yang tipenya telah memperoleh sertifikat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 141, penanggung jawab pembuatan/perakitan
dan/atau pengimporan kendaraan yang bersangkutan harus memberi jaminan
bahwa setiap unit kendaraan yang diimpor atau dibuat dan/atau dirakit
memiliki spesifikasi teknik dan unjuk kerja yang sama dengan tipenya.
(2)Jaminan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa : a.sertifikat
registrasi uji tipe yang disertakan pada setiap unit kendaraan yang
bersangkutan, untuk kendaraan yang diuji tipe dalam keadaan lengkap;
b.surat keterangan lulus uji tipe landasan yang disertakan pada setiap
unit landasan kendaraan bermotor yang bersangkutan, untuk landasan
kendaraan bermotor yang diuji tipe.
(3)Setiap kendaraan bermotor, kereta tempelan, kereta gandengan dan
kendaraan khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dan ayat (2),
juga harus diberi tanda lulus uji tipe dan tanda pengenal pabrik
pembuatnya.
Pasal 143
(1)Untuk setiap penerbitan sertifikat registrasi uji tipe sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 142 ayat (2) huruf a, harus membayar biaya
registrasi uji tipe yang disetorkan ke kas negara sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2)Besarnya biaya
registrasi uji tipe sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan
dengan Keputusan Menteri setelah mendapat persetujuan Menteri yang
bertanggung jawab di bidang keuangan negara.
Pasal 144
Kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan, dan kendaraan
khusus yang telah memperoleh sertifikat uji tipe, yang kemudian
dilakukan perubahan teknis sehingga bentuk, unjuk kerja dan tipenya
berubah, ditetapkan sebagai tipe baru dan wajib dilakukan uji tipe.
Pasal 145
(1)Bagi kendaraan bermotor yang dimasukkan ke Indonesia untuk maksud
penggunaan sementara, paling lama 6 (enam) bulan dan *24260 telah
memiliki tanda bukti lulus uji yang masih berlaku dari negara asalnya,
tidak diwajibkan uji tipe dan uji berkala. (2)Apabila kendaraan
bermotor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) selama berada di
Indonesia ternyata masa ujinya berakhir, kendaraan bermotor tersebut
dikenakan kewajiban uji berkala atau segera diekspor kembali ke negara
asalnya. (3)Setelah batas waktu penggunaan sementara berakhir,
kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) wajib diekspor
kembali.
Pasal 146
Kendaraan bermotor yang hanya dibuat/dirakit dan/ atau diimpor dalam
jumlah sebanyak-banyaknya 10 (sepuluh) unit untuk setiap tipe,
dibebaskan dari kewajiban uji tipe.
Pasal 147
Ketentuan lebih lanjut mengenai uji tipe diatur dengan Keputusan
Menteri.
Bagian Ketiga Uji Berkala
Pasal 148
(1)Setiap kendaraan bermotor jenis mobil bus, mobil barang, kendaraan
khusus sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf c, huruf d
dan huruf e, kereta gandengan dan kereta tempelan, dan kendaraan umum
yang dioperasikan di jalan, wajib dilakukan uji berkala. (2)Masa uji
berkala sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), berlaku selama 6 (enam)
bulan.
Pasal 149
Ketentuan mengenai mulai berlakunya kewajiban uji berkala dan masa
berlaku uji berkala bagi kendaraan bermotor jenis sepeda motor dan
mobil penumpang sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) huruf a
dan huruf b, diatur dengan Peraturan Pemerintah tersendiri.
Pasal 150
(1)Kendaraan bermotor, kereta gandengan dan kereta tempelan, yang
telah dinyatakan lulus uji berkala, diberikan tanda bukti lulus uji
berupa buku dan tanda uji berkala yang berlaku di seluruh wilayah
Indonesia. (2)Buku uji berkala sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
sekurang-kurangnya berisi data mengenai : a.nomor uji kendaraan;
b.nama pemilik; c. alamat pemilik; d. merek/tipe; e. jenis; f. tahun
pembuatan/perakitan; g.isi silinder; h.daya motor penggerak; i.nomor
rangka landasan kendaraan bermotor; *24261 j. nomor motor
penggerak/mesin; k. berat kosong kendaraan; l.jumlah berat yang
diperoleh dana/atau jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan untuk
mobil barang dan mobil bus; m.jumlah berat yang diizinkan dan atau
jumlah berat kombinasi yang diizinkan untuk mobil barang dan mobil
bus; n. konfigurasi sumbu roda; o. ukuran ban teringan; p. kelas jalan
terendah yang boleh dilalui; q. ukuran utama kendaraan; r. daya
angkut; s. masa berlakunya; t. bahan bakar yang digunakan; u. kode
wilayah pengujian.
(3)Tanda uji sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berisi data mengenai:
a.kode wilayah pengujian; b.nomor uji kendaraan; c.masa berlaku.
(4)Buku dan tanda uji berkala sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dibuat dari bahan yang mempunyai unsur-unsur pengaman.
Pasal 151
(1)Bagi kendaraan bermotor, kereta gandengan, kereta tempelan dan
kendaraan khusus yang tipenya telah memperoleh sertifikat registrasi
uji tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 142 ayat (2) huruf a,
dibebaskan dari kewajiban uji berkala untuk yang pertama kali selama 6
(enam) bulan terhitung sejak diterbitkan surat tanda nomor kendaraan
bermotor untuk yang pertama kali.
(2)Selambat-lambatnya 1 (satu) bulan sebelum berakhirnya masa
pembebasan wajib uji berkala untuk yang pertama kali sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), pemilik atau pemegang kendaraan wajib
melaporkan dan mendaftarkan kendaraannya kepada pelaksana pengujian
setempat untuk dijadualkan waktu pengujiannya.
Pasal 152
Bagi kendaraan bermotor yang dibebaskan dari kewajiban uji tipe
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 146, dikenakan kewajiban uji berkala
sebelum kendaraan tersebut memperoleh surat tanda nomor kendaraan
bermotor, tanda nomor kendaraan bermotor, dan buku pemilik kendaraan
bermotor.
Pasal 153
Pelaksanaan pengujian berkala sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148
dilakukan oleh Menteri.
Pasal 154
(1)Jumlah pelaksana pengujian berkala di suatu daerah, ditetapkan
berdasarkan: *24262 a.jumlah kendaraan; b.kondisi geografi; c.luas
daerah yang memerlukan pelayanan pengujian.
(2)Lokasi tempat pelaksanaan pengujian berkala ditetapkan oleh
Menteri.
(3)Suatu daerah yang hanya memiliki jumlah kendaraan wajib uji relatif
sedikit dibandingkan dengan luas daerah yang harus dilayani, dan/atau
karena kondisi geografisnya tidak memungkinkan kendaraan dari satu
tempat mencapai tempat pelaksana pengujian, pelaksanaan pengujian
dapat dilakukan dengan menggunakan unit pengujian keliling.
Pasal 155
Lokasi tempat pelaksanaan pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal
154 ayat (2) harus memenuhi persyaratan :
a.terletak pada daerah yang mudah dijangkau oleh pemilik kendaraan;
b.sesuai dengan rencana umum tata ruang daerah;
c.memiliki atau menguasai areal tanah sesuai dengan kebutuhan.
Pasal 156
(1)Setiap tempat pelaksanaan pengujian harus memiliki tenaga penguji
yang memiliki kualifikasi teknis.
(2)Jumlah dan tingkat keualifikasi teknis tenaga penguji sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), harus sebanding dengan banyaknya peralatan
uji, jumlah kendaraan wajib uji, dan kondisi geografis maupun luas
wilayah yang dilayani.
Pasal 157
(1)Permohonan pengujian berkala kendaraan bermotor untuk yang pertama
kali diajukan secara tertulis dan wajib memenuhi persyaratan:
a.untuk kendaraan yang tipenya telah memperoleh sertifikat uji tipe :
1)memiliki sertifikat registrasi uji tipe; 2)melampirkan spesifikasi
teknis kendaraan; 3)memiliki bukti pelunasan pembayaran biaya uji.
b.untuk kendaraan yang dibebaskan dari uji tipe : 1)memiliki surat
keterangan pembebasan uji tipe; 2)melampirkan spesifikasi teknis
kendaraan; 3)memiliki bukti pelunasan pembayaran biaya uji.
(2)Permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada
pelaksana pengujian di wilayah pengujian yang bersangkutan.
Pasal 158
(1)Apabila suatu kendaraan dinyatakan tidak lulus uji, petugas penguji
wajib memberitahukan secara tertulis :
*24263 a.perbaikan-perbaikan yang harus dilakukan; b.waktu dan tempat
dilakukan pengujian ulang.
(2)Pemilik atau pemegang kendaraan yang melakukan uji ulang
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak diperlakukan sebagai pemohon
baru dan tidak dipungut biaya uji lagi.
Pasal 159
(1)Apabila pemilik atau pemegang kendaraan tidak menyetujui keputusan
penguji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 158 ayat (1), dapat
mengajukan keberatan secara tertulis kepada pimpinan petugas penguji
yang bersangkutan.
(2)Pimpinan petugas penguji setelah menerima pengajuan keberatan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), segera meminta penjelasan dari
penguji yang bersangkutan, dan dalam jangka waktu paling lama 2 (dua)
jam memberi jawaban secara tertulis kepada pemilik/pemegang kendaraan,
mengenai diterima atau ditolak permohonan keberatan tersebut.
(3)Apabila permohonan keberatan diterima, pimpinan petugas penguji
segera memerintahkan kepada penguji lainnya untuk melakukan uji ulang
dan tidak dikenakan lagi biaya uji.
(4)Apabila permohonan keberatan ditolak atau setelah dilakukan uji
ulang sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) dan tetap dinyatakan tidak
lulus uji, pemilik atau pemegang kendaraan tidak dapat lagi mengajukan
keberatan.
Pasal 160
Pemilik kendaraan yang telah mendapat bukti lulus uji sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 150 harus melaporkan secara tertulis kepada
pelaksana pengujian yang menerbitkan bukti lulus uji apabila :
a.terjadi kehilangan atau kerusakan yang mengakibatkan tidak dapat
terbaca dengan jelas;
b.memindahkan operasi kendaraannya secara terus menerus lebih dari 3
(tiga) bulan ke wilayah lain di luar wilayah pengujian yang
bersangkutan;
c.mengubah spesifikasi teknik kendaraan bermotor sehingga tidak sesuai
lagi dengan data yang terdapat dalam bukti lulus uji; d.mengalihkan
pemilikan kendaraan bermotor sehingga nama pemilik tidak sesuai lagi
dengan yang tercantum dalam bukti lulus uji;
e.pada saat masa berlaku uji kendaraannya berakhir, tidak dapat
melakukan uji berkala, dengan menyebutkan alasan-alasannya.
Pasal 161
(1)Sertifikat registrasi uji tipe atau buku uji sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 142 ayat (2) dan Pasal 150 dapat dicabut apabila :
a.kendaraan diubah spesifikasi tekniknya sehingga tidak sesuai lagi
dengan data yang ada pada sertifikat registrasi uji tipe dan buku uji
kendaraan yang bersangkutan; b.kendaraan dioperasikan secara terus
menerus lebih dari 3 (tiga) bulan di luar wilayah pengujian yang
bersangkutan; *24264 c.mengalihkan pemilikan kendaraan sehingga nama
pemilik tidak sesuai lagi dengan yang tercantum dalam buku uji.
(2)Pemilik kendaraan yang sertifikat registrasi uji tipe atau buku
ujinya dicabut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diberi buku
dan tanda uji baru setelah yang bersangkutan melakukan uji berkala
kembali sesuai dengan ketentuan yang berlaku.
Pasal 162
(1)Permohonan perpanjangan masa berlaku tanda bukti lulus uji dapat
diberikan setelah memenuhi persyaratan : a.memiliki tanda bukti lulus
uji yang lama; b.melampirkan surat tanda terima laporan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 160 huruf e, bagi kendaraan yang tidak dapat
melaksanakan pengujian berkala pada saat masa berlaku uji berakhir;
c.memiliki tanda jati diri pemilik kendaraan; d.lulus uji berkala.
(2)Permohonan perubahan tanda bukti lulus uji dapat diberikan setelah
memenuhi persyaratan : a.memiliki tanda bukti lulus uji yang lama;
b.memiliki tanda jati diri pemilik kendaraan; c.menyampaikan
keterangan mengenai perubahan-perubahan spesifikasi teknik dan/atau
data pemilik dan/atau wilayah operasi kendaraan; d.lulus uji berkala
untuk kendaraan yang mengalami perubahan spesifikasi tekniknya.
(3)Permohonan penggantian tanda bukti lulus uji dapat diberikan
setelah memenuhi persyaratan: a.membawa surat keterangan kehilangan
dari kepolisian setempat apabila tanda bukti lulus uji hilang;
b.melampirkan tanda bukti lulus uji yang masih ada; c.melampirkan
salinan tanda jati diri pemilik kendaraan dengan menunjukkan aslinya;
d.membawa kendaraan untuk diuji apabila telah habis masa berlakunya.
(4)Setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
atau ayat (3) secara lengkap, dalam jangka waktu selambat-lambatnya 24
jam, bukti perpanjangan, perubahan atau penggantian harus sudah
diberikan kepada pemohon.
Pasal 163
(1)Untuk melakukan uji berkala, perpanjangan, perubahan dan
penggantian tanda lulus uji sebagaimana dimaksud dalam Pasal 148 ayat
(1) dan Pasal 162 dipungut biaya.
(2)Besarnya biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh
Menteri setelah mendengar pendapat Menteri Dalam Negeri dan mendapat
persetujuan Menteri yang bertanggung jawab di bidang keuangan negara.
Pasal 164
*24265 Pemilik kendaraan dapat melakukan uji berkala di luar wilayah
pengujian yang bersangkutan dengan memenuhi persyaratan :
a.memiliki tanda bukti lulus uji yang masih berlaku;
b.memiliki tanda jati diri pemilik kendaraan;
c.membayar biaya uji berkala.
Pasal 165
(1)Pada setiap pelaksana pengujian berkala kendaraan bermotor
dilengkapi papan informasi yang berisikan besarnya biaya uji dan
prosedur pengujian berkala kendaraan bermotor.
(2)Papan informasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditempatkan
pada tempat-tempat yang mudah terlihat dan dapat dibaca setiap saat
oleh pemohon.
Pasal 166
(1)Peralatan pengujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 136 ayat (1)
huruf a, harus dikalibrasi secara berkala oleh pejabat yang berwenang
sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. (2)Biaya
kalibrasi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibebankan kepada
pelaksana pengujian berkala yang bersangkutan.
Pasal 167
(1)Setiap kendaraan bermotor, kereta gandengan, dan kereta tempelan
yang diuji berkala untuk yang pertama kali diberi nomor uji kendaraan.
(2)Nomor uji kendaraan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) harus:
a.berisikan kode wilayah dan nomor urut pengujian; b.dibubuhkan secara
permanen pada rangka landasan kendaraan. (3)Nomor uji kendaraan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berlaku selama kendaraan yang
bersangkutan masih dioperasikan di jalan.
Pasal 168
(1)Setiap mobil bus, mobil barang, kendaraan khusus, kereta gandengan
dan kereta tempelan yang telah lulus uji berkala dilengkapi dengan
tanda samping.
(2)Tanda samping mobil bus, mobil barang, dan kendaraan khusus
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya memuat
keterangan mengenai: a.berat kosong kendaraan; b.jumlah berat yang
diperbolehkan dan jumlah berat yang diizinkan untuk kendaraan bermotor
tunggal; c.jumlah berat yang diperbolehkan, jumlah berat kombinasi
yang diperbolehkan, jumlah berat yang diizinkan, dan jumlah berat
kombinasi yang diizinkan untuk kendaraan bermotor yang dirangkaikan
dengan kereta tempelan atau kereta gandengan; d.daya angkut orang dan
barang; e. masa berlaku uji kendaraan; f. kelas jalan terendah yang
boleh dilalui.
*24266 (3)Tanda samping kereta gandengan dan kereta tempelan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) sekurang-kurangnya memuat
keterangan mengenai: a.berat kosong kereta gandengan atau kereta
tempelan; b.jumlah berat yang diperbolehkan dan jumlah berat yang
diizinkan; c. daya angkut barang; d. masa berlaku surat dan tanda uji;
e. kelas jalan terendah yang boleh dilalui.
Pasal 169
Pelaksana pengujian kendaraan bermotor wajib menyelenggarakan sistem
informasi pengujian kendaraan bermotor.
Pasal 170
Ketentuan lebih lanjut mengenai uji berkala kendaraan bermotor, kereta
gandengan dan kereta tempelan diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 171
(1)Kendaraan bermotor milik Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
yang digunakan untuk berlalu lintas di jalan dan berbaur dengan lalu
lintas umum, wajib diuji.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai pengujian kendaraan bermotor
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri
yang bertanggung jawab di bidang pertahanan keamanan.
BAB IV PENDAFTARAN KENDARAAN BERMOTOR
Pasal 172
(1)Setiap kendaraan bermotor yang dioperasikan di jalan wajib
didaftarkan.
(2)Pendaftaran kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilakukan untuk pengumpulan data yang dapat digunakan : a. tertib
administrasi; b.pengendalian kendaraan yang dioperasikan di Indonesia;
c.mempermudah penyidikan pelanggaran atau kejahatan menyangkut
kendaraan yang bersangkutan; d.dalam rangka perencanaan, rekayasa dan
manajemen lalu lintas dan angkutan jalan; e.memenuhi kebutuhan data
lainnya dalam rangka perencanaan pembangunan nasional.
Pasal 173
(1)Untuk keperluan tertentu kendaraan bermotor yang belum pernah
didaftarkan dapat dioperasikan di jalan.
(2)Keperluan tertentu sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a.memindahkan kendaraan dari tempat penjual, distributor atau pabrikan
ke tempat tertentu untuk mengganti atau melengkapi komponen penting
dari kendaraan yang *24267 bersangkutan atau ke tempat pendaftaran
kendaraan bermotor; b.memindahkan dari satu tempat penyimpanan di
suatu pabrik ke tempat penyimpanan di pabrik lainnya; c.mencoba
kendaraan baru sebelum kendaraan tersebut dijual; d.mencoba kendaraan
bermotor yang sedang dalam taraf penelitian; e.memindahkan kendaraan
bermotor dari tempat penjual ke tempat pembeli.
Pasal 174
(1)Pendaftaran kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 172
ayat (1) untuk yang pertama kali wajib memenuhi syarat-syarat :
a.memiliki sertifikat registrasi uji tipe dan tanda bukti lulus uji
tipe, atau buku dan tanda bukti lulus uji berkala; b.memiliki bukti
pemilikan kendaraan bermotor yang sah.
(2)Pendaftaran kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
diajukan secara tertulis dengan dilampiri sekurang-kurangnya data
mengenai : a.nama pemilik yang dibuktikan dengan tanda jati diri yang
bersangkutan, dan dalam hal badan hukum, nama badan hukum yang
bersangkutan yang dibuktikan dengan akte pendirian; b.alamat pemilik
atau badan hukum; c.wilayah administrasi, tempat kendaraan bermotor
itu biasanya berada; d.bukti pelunasan pembayaran pajak kendaraan
bermotor, bea balik nama kendaraan bermotor, dan sumbangan wajib dana
kecelakaan lalu lintas jalan; e.jenis kendaraan bermotor; f.merek,
tipe, tahun pembuatan, dan warna kendaraan bermotor; g.nomor rangka
landasan kendaraan bermotor; h. nomor motor penggerak/mesin; i. jenis
bahan bakar; j. tanggal pembelian.
Pasal 175
Sebagai bukti bahwa kendaraan bermotor telah didaftarkan, diberikan
buku pemilik kendaraan bermotor, surat tanda nomor kendaraan bermotor
serta tanda nomor kendaraan bermotor.
Pasal 176
(1)Buku pemilik kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal
175 berisi data mengenai: a. nama dan alamat pemilik; b. jenis
kendaraan; c. jumlah roda dan sumbu; d. merek dan tipe; e. tahun
pembuatan/perakitan; f. nomor rangka landasan kendaraan bermotor; g.
nomor motor penggerak/mesin; h. bahan bakar; i. warna dasar kendaraan;
*24268 j. keterangan pabean untuk kendaraan bermotor yang diimpor;
k.nomor dan tanggal sertifikat uji tipe dan sertifikat registrasi uji
tipe atau nomor buku uji berkala untuk kendaraan bermotor yang tidak
diwajibkan uji tipe; l. nomor pendaftaran kendaraan bermotor.
(2)Apabila terjadi perubahan nama dan/atau alamat pemilik dan/atau
perubahan mengenai spesifikasi teknik kendaraan bermotor sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1), harus dicatat dalam buku pemilik kendaraan
bermotor.
(3)Surat tanda nomor kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 175 berisi data mengenai : a. nomor pendaftaran kendaraan
bermotor; b. nama dan alamat pemilik; c. merek dan tipe; d. jenis; e.
tahun pembuatan/perakitan; f. isi silinder; g. warna dasar kendaraan;
h. nomor rangka landasan kendaraan bermotor; i. nomor motor
penggerak/mesin; j.jumlah berat yang diperbolehkan dan/atau jumlah
berat kombinasi yang diperbolehkan untuk mobil barang dan mobil bus;
k. nomor buku pemilik kendaraan bermotor; l. masa berlaku; m. warna
tanda nomor kendaraan bermotor; n. bahan bakar; o. kode lokasi; p.
nomor urut pendaftaran.
(4)Tanda nomor kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 175
berisi data mengenai: a. kode wilayah pendaftaran; b. nomor
pendaftaran kendaraan bermotor; c. masa berlaku.
Pasal 177
Buku pemilik kendaraan bermotor dan surat tanda nomor kendaraan
bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 176 harus dibuat dari bahan
yang mempunyai unsur-unsur pengaman.
Pasal 178
Bentuk, ukuran, bahan, warna, dan cara pemasangan tanda nomor
kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 176 ayat (3) harus
memenuhi syarat-syarat sebagai berikut :
a.berbentuk lempengan tipis persegiempat, dengan ukuran panjang 250
milimeter dan lebar 105 milimeter untuk sepeda motor dan ukuran
panjang 395 milimeter serta lebar 135 milimeter untuk kendaraan jenis
lainnya serta ditambahkan tempat untuk pemasangan tanda uji;
b.terbuat dari bahan yang cukup kuat serta tahan terhadap cuaca, yang
pada permukaannya berisi huruf dan angka yang dibuat dari bahan yang
dapat memantulkan cahaya;
c.tinggi huruf dan angka pada tanda nomor kendaraan bermotor yang
dituliskan pada lempengan sebagaimana dimaksud dalam huruf a,
sekurang-kurangnya 45 milimeter untuk sepeda motor, *24269 dan 70
milimeter untuk kendaraan bermotor jenis lainnya;
d.warna tanda nomor kendaraan bermotor adalah sebagai berikut :
1)dasar hitam, tulisan putih untuk kendaraan bermotor bukan umum dan
kendaraan bermotor sewa; 2)dasar kuning, tulisan hitam untuk kendaraan
umum; 3)dasar merah, tulisan putih untuk kendaraan bermotor dinas
pemerintah; 4)dasar putih, tulisan hitam untuk kendaraan bermotor
Korps Diplomatik negara asing.
e.Tanda nomor kendaraan bermotor dipasang pada tempat yang disediakan
di bagian depan dan belakang kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 86.
Pasal 179
(1)Buku pemilik kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal
176 ayat (1) berlaku selama kendaraan bermotor yang bersangkutan masih
dioperasikan.
(2)Surat tanda nomor kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 176 ayat (2) berlaku selama 5 (lima) tahun, setiap tahun
diadakan pengesahan kembali dan tidak diganti.
Pasal 180
Pendaftaran kendaraan bermotor sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dari lalu lintas dan angkutan jalan dilaksanakan oleh unit pelaksana
pendaftaran kendaraan bermotor satuan lalu lintas Kepolisian Negara
Republik Indonesia, yang selanjutnya di dalam Peraturan Pemerintah ini
disebut pelaksana pendaftaran kendaraan bermotor.
Pasal 181
(1)Permohonan pendaftaran kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 155 disampaikan kepada pelaksana pendaftaran kendaraan
bermotor.
(2)Pelaksana pendaftaran kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) dalam jangka waktu selambat-lambatnya 24 jam sejak permohonan
pendaftaran diterima secara lengkap harus memberikan bukti pendaftaran
kepada pemohon, atau menolak permohonan pendaftaran.
(3)Permohonan pendaftaran kendaraan bermotor ditolak apabila :
a.pemohon tidak memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 155; b.kendaraan bermotor telah memiliki nomor pendaftaran
kendaraan bermotor.
Pasal 182
Pemilik dari kendaraan bermotor yang telah mendapat bukti pendaftaran
kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 175 harus
melaporkan kepada pelaksana pendaftaran kendaraan bermotor yang
menerbitkan bukti pendaftaran apabila :
a.bukti pendaftaran hilang atau rusak sehingga mengakibatkan tidak
dapat terbaca dengan jelas;
b.operasi kendaraannya dipindahkan secara terus menerus lebih dari 3
(tiga) bulan ke wilayah lain di luar wilayah tempat *24270 kendaraan
didaftarkan;
c.spesifikasi teknik kendaraan bermotor diubah sehingga tidak sesuai
lagi dengan data yang terdapat dalam bukti pendaftaran;
d.pemilikan kendaraan bermotor beralih sehingga nama pemilik tidak
sesuai lagi dengan yang tercantum dalam bukti pendaftaran.
Pasal 183
(1)Surat tanda nomor kendaraan bermotor dicabut apabila kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 182 huruf b, huruf c, dan huruf d
tidak dilaksanakan.
(2)Pemilik kendaraan bermotor yang surat tanda nomor kendaraan
bermotornya dicabut sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diberi
surat tanda nomor kendaraan bermotor yang baru setelah yang
bersangkutan mendaftar kembali sesuai dengan persyaratan yang berlaku.
Pasal 184
(1)Permohonan pengesahan surat tanda nomor kendaraan bermotor
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 179 ayat (2) diajukan kepada
pelaksana pendaftaran kendaraan bermotor dengan melengkapi persyaratan
sebagai berikut :
a.surat pernyataan pemilik kendaraan bermotor bahwa tidak terjadi
perubahan indentitas pemilik dan atau spesifikasi teknik kendaraan
bermotor; b.tanda jati diri pemilik kendaraan bermotor; c.surat tanda
nomor kendaraan bermotor; d.buku pemilik kendaraan bermotor.
(2)Setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
secara lengkap dan pemohon menunjukkan bukti pelunasan pembayaran
pajak kendaraan bermotor dan sumbangan wajib dana kecelakaan lalu
lintas jalan, pada hari itu juga surat tanda nomor kendaraan bermotor
yang telah disahkan harus sudah diberikan kepada pemohon.
Pasal 185
Pengesahan surat tanda nomor kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 179 ayat (2) tidak dipungut biaya.
Pasal 186
Permohonan perpanjangan masa berlaku surat tanda nomor kendaraan
bermotor diajukan kepada pelaksana pendaftaran kendaraan bermotor
dengan melampirkan:
a.surat tanda nomor kendaraan bermotor yang lama atau surat keterangan
yang sah apabila tidak dapat menyerahkan surat tanda nomor kendaraan
bermotor dimaksud; b.salinan tanda jati diri pemilik kendaraan
bermotor setelah menunjukkan aslinya;
c.salinan bukti lulus uji kendaraan bermotor yang bersangkutan setelah
menunjukkan aslinya. Pasal 187
*24271 Permohonan perubahan tanda bukti pendaftaran kendaraan bermotor
diajukan kepada pelaksana pendaftaran kendaraan bermotor dan memenuhi
persyaratan:
a.melampirkan surat tanda nomor kendaraan bermotor yang lama atau
surat keterangan yang sah apabila tidak dapat melampirkan surat tanda
nomor kendaraan bermotor dimaksud;
b.melampirkan buku pemilik kendaraan bermotor yang bersangkutan;
c.melampirkan salinan tanda jati diri pemilik kendaraan bermotor
dengan menunjukkan aslinya;
d.melampirkan salinan bukti lulus diuji berkala kendaraan bermotor
yang bersangkutan dengan menunjukkan aslinya;
e.membawa kendaraan bermotor yang bersangkutan untuk diperiksa.
Pasal 189
(1)Setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 186
atau Pasal 187 atau Pasal 188 secara lengkap, dalam jangka waktu
selambat-lambatnya 24 jam, bukti perpanjangan, perusahaan atau
penggantian harus sudah diberikan kepada pemohon.
(2)Permohonan perpanjangan, perubahan dan penggantian sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dinyatakan ditolak apabila :
a.tidak memenuhi persyaratan sebagaimana tersebut dalam Pasal 186,
Pasal 187 dan Pasal 188; b.kendaraan tersebut tersangkut dalam perkara
tindak pidana; c.atas permintaan instansi yang berwenang.
(3)Penolakan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) wajib diberikan
secara tertulis dalam jangka waktu selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari.
Pasal 190
(1)Pendaftaran kendaraan bermotor, perpanjangan, perubahan dan
penggantian tanda bukti pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam Pasal
174, Pasal 186, Pasal 187, dan Pasal 188 dipungut biaya.
(2)Atas usul Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Menteri
menetapkan biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setelah
berkoordinasi dengan Menteri yang bertanggung jawab di bidang
pertahanan keamanan dan mendapat persetujuan Menteri yang bertanggung
jawab di bidang keuangan negara.
Pasal 191
(1)Pengoperasian kendaraan bermotor di jalan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 173, dilengkapi dengan surat tanda coba kendaraan bermotor
dan tanda coba kendaraan bermotor.
(2)Surat tanda coba kendaraan bermotor dan tanda coba kendaraan
bermotor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), diberikan kepada badan
usaha di bidang penjualan, pembuatan, perakitan, atau pengimporan
kendaraan bermotor.
*24272 (3)Untuk memperoleh surat tanda coba kendaraan bermotor dan
tanda coba kendaraan bermotor diajukan permohonan secara tertulis
kepada pelaksana pendaftaran kendaraan bermotor, yang memuat:
a.nama pemohon yang bertanggung jawab, dibuktikan dengan jati dirinya
dan nama badan usaha yang diwakilinya; b.alamat pemohon dan badan
usaha yang diwakilinya; c.izin usaha sebagaimana dimaksud dalam huruf
a; d.jumlah surat tanda coba kendaraan dan tanda coba kendaraan yang
dimohon.
(4)Surat tanda coba kendaraan bermotor dan tanda coba kendaraan
bermotor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) hanya dapat digunakan
pada kendaraan bermotor yang telah memiliki sertifikat uji tipe,
sertifikat registrasi uji tipe dan tanda lulus uji tipe kendaraan
bermotor, atau tanda lulus uji tipe kendaraan bermotor, atau
sertifikat uji tipe landasan, sertifikat registrasi uji tipe landasan
dan tanda lulus uji tipe landasan.
Pasal 192
(1)Surat tanda coba kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 191 ayat (2) berisi data mengenai :
a.nama badan usaha dan penanggung jawab; b.alamat badan usaha dan
penanggung jawab; c.kode lokasi; d.nomor urut pendaftaran tanda coba
kendaraan.
(2)Surat tanda coba kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) harus terbuat dari bahan yang memiliki unsur-unsur pengaman.
Pasal 193
(1)Tanda coba kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 191
ayat (1) berisi data mengenai : a.kode wilayah pendaftaran; b.nomor
pendaftaran.
(2)Bentuk, ukuran, bahan, dan cara pemasangan tanda coba kendaraan
bermotor harus memenuhi syarat-syarat sebagaimana dimaksud dalam Pasal
178.
(3)Warna tanda coba kendaraan bermotor adalah dengan dasar putih,
tulisan merah.
Pasal 194
Surat tanda coba kendaraan bermotor dan tanda coba kendaraan bermotor
dapat diberikan pula kepada pemohon yang mengajukan permohonan secara
tertulis, khusus untuk maksud uji coba kendaraan bermotor yang sedang
dalam taraf penelitian tanpa harus memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 191 ayat (2) dan ayat (3).
Pasal 195
Pemberian surat tanda coba kendaraan bermotor dan tanda coba *24273
kendaraan bermotor sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari lalu
lintas dan angkutan jalan dilaksanakan oleh unit pelaksana pendaftaran
kendaraan bermotor satuan lalu lintas Kepolisian Negara Republik
Indonesia, yang selanjutnya di dalam Peraturan Pemerintah ini disebut
pelaksana pendaftaran kendaraan bermotor.
Pasal 196
(1)Permohonan surat tanda coba kendaraan bermotor dan tanda coba
kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 191 ayat (3),
diajukan kepada pelaksana pendaftaran kendaraan bermotor.
(2)Setelah menerima permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
secara lengkap, dalam jangka waktu paling lama 24 jam, Kepolisian
Negara Republik Indonesia harus memberikan jawaban mengenai diterima
atau ditolak permohonan tersebut.
(3)Apabila permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterima,
diberikan surat tanda coba kendaraan bermotor, tanda coba kendaraan
bermotor, serta buku tanda coba kendaraan.
(4)Apabila permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditolak,
wajib diberikan jawaban tertulis yang memuat alasan penolakan.
Pasal 197
(1)Buku tanda coba kendaraan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 196 ayat
(3) memuat lembar formulir yang harus diisi oleh penanggung jawab
badan usaha yang bersangkutan dan harus disertakan pada setiap
kendaraan yang menggunakan surat tanda coba kendaraan dan tanda coba
kendaraan tersebut.
(2)Setiap lembar formulir pada buku tanda coba kendaraan berisi data
mengenai :
a.maksud dan tujuan penggunaan surat tanda coba kendaraan dan tanda
coba kendaraan; b.asal dan tujuan pengoperasian; c.masa berlaku;
d.nomor sertifikat uji tipe dan nomor sertifikat registrasi uji tipe
atau nomor sertifikat uji tipe landasan dan nomor sertifikat
registrasi uji tipe landasan.
(3)Masa berlaku percobaan kendaraan dalam lembar formulir buku tanda
coba kendaraan adalah selama-lamanya 14 (empat belas) hari untuk
setiap kendaraan.
(4)Pemilik surat tanda coba kendaraan bermotor berkewajiban memberikan
laporan berkala setiap 3 (tiga) bulan kepada pelaksana pendaftaran
kendaraan bermotor mengenai penggunaan surat tanda coba kendaraan dan
buku tanda coba kendaraan.
Pasal 198
(1)Surat tanda coba kendaraan dan tanda coba kendaraan dicabut apabila
:
a.digunakan tidak sesuai dengan maksud dan tujuan yang *24274 tertera
pada buku tanda coba kendaraan; b.menggunakan surat tanda coba
kendaraan bermotor dan tanda coba kendaraan bermotor tanpa dilengkapi
dengan buku tanda coba kendaraan; c.badan usaha yang bersangkutan
tidak lagi berusaha di bidang penjualan, pembuatan/perakitan dan
pengimporan kendaraan bermotor; d.tidak melaporkan apabila terjadi
perubahan penanggung jawab badan usaha; e.tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 197 ayat (4);
f.tidak melakukan lagi kegiatan penelitian.
(2)Pencabutan surat tanda coba kendaraan bermotor dan tanda coba
kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), dilakukan
setelah melalui peringatan tertulis sebanyak 3 (tiga) kali
berturut-turut dengan tenggang waktu masing-masing 1 (satu) bulan.
Pasal 199
(1)Surat tanda coba kendaraan bermotor dan tanda coba kendaraan
bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 191 ayat (1) berlaku selama
yang bersangkutan masih menjalankan kegiatan usaha sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 191 ayat (2).
(2)Penerbitan surat tanda coba kendaraan bermotor dan tanda coba
kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dipungut biaya.
(3)Atas usul Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Menteri
menetapkan biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setelah
berkoordinasi dengan Menteri yang bertanggung jawab di bidang
pertahanan keamanan dan mendapat persetujuan Menteri yang bertanggung
jawab di bidang keuangan negara.
Pasal 200
Pelaksana pendaftaran kendaraan bermotor harus memasang papan
pemberitahuan yang jelas terlihat oleh masyarakat, yang
sekurang-kurangnya berisi mengenai :
a.prosedur pendaftaran;
b.besarnya biaya yang dipungut;
c.lama waktu penyelesaian;
d.lokasi loket pendaftaran.
Pasal 201
Atas usul Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Menteri
menetapkan kode wilayah pendaftaran tanda nomor kendaraan bermotor
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 176 ayat (3) huruf a, dan tanda coba
kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam Pasal 193 ayat (1) huruf
a, setelah berkoordinasi dengan Menteri yang bertanggung jawab di
bidang pertahanan keamanan.
Pasal 202
(1)Untuk mencapai tujuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 172 ayat (2)
Kepolisian Negara Republik Indonesia sebagai *24275 pelaksana
pendaftaran kendaraan bermotor menyelenggarakan sistem informasi
kendaraan bermotor.
(2)Atas usul Kepala kepolisian Negara Republik Indonesia, Menteri
menetapkan ketentuan mengenai sistem informasi kendaraan bermotor
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), setelah berkoordinasi dengan
Menteri yang bertanggung jawab di bidang pertahanan keamanan.
Pasal 203
(1)kendaraan bermotor milik Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
yang berlalu lintas di jalan dan berbaur dengan lalu lintas umum,
wajib didaftarkan.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai pendaftaran kendaraan bermotor
milik Angkatan Bersenjata Republik Indonesia sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri yang bertanggung jawab
di bidang pertahanan keamanan.
BAB V BENGKEL UMUM KENDARAAN BERMOTOR
Pasal 204
(1)bengkel umum kendaraan bermotor berfungsi untuk membetulkan,
memperbaiki, dan merawat kendaraan bermotor agar tetap memenuhi
persyaratan teknis dan laik jalan.
(2)ketentuan lebih lanjut mengenai bengkel umum kendaraan bermotor
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh Menteri yang
bertanggung jawab di bidang industri.
Pasal 205
Penyelenggaraan usaha bengkel umum kendaraan bermotor sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 204 ayat (1), harus dengan izin usaha bengkel
umum kendaraan bermotor dari Menteri yang bertanggung jawab di bidang
industri.
Pasal 206
Izin usaha sebagaimana dimaksud dalam Pasal 205 berlaku selama
perusahaan bengkel umum tersebut masih menjalankan kegiatan usahanya.
BAB VI PERSYARATAN KENDARAAN TIDAK BERMOTOR
Pasal 207
Jenis kendaraan tidak bermotor terdiri dari :
a.sepeda;
b.kereta yang ditarik hewan;
c.becak;
d.kereta dorong atau tarik.
Pasal 208
Kendaraan tidak bermotor jenis sepeda yang dioperasikan di jalan
*24276 harus dikonstruksi cukup kuat sesuai dengan peruntukannya serta
dilengkapi dengan :
a.satu buah lampu di bagian depan yang menyinarkan ke depan dengan
cahaya putih atau kuning yang diarahkan ke depan bawah sehingga dapat
menerangi sejauh 5 meter jalan di depannya;
b.satu buah lampu di bagian belakang yang menyinarkan ke arah belakang
cahaya merah, atau satu buah pemantul cahaya dipasang dalam posisi
tegak lurus yang memantulkan cahaya merah terang;
c.rem yang bekerja baik;
d.tuter atau alat peringatan dengan bunyi lainnya yang dapat didengar
dari jarak sekurang-kurangnya 15 meter.
Pasal 209
Kendaraan tidak bermotor jenis kereta yang ditarik hewan, becak, dan
kereta dorong atau tarik yang dioperasikan di jalan harus dikonstruksi
cukup kuat sesuai dengan peruntukannya serta dilengkapi dengan :
a.dua buah lampu atau lentera yang ditempelkan di sebelah kiri dan
sebelah kanan pada jarak tidak lebih dari 150 milimeter dari bagian
terluar kendaraan yang bersangkutan dan menyinarkan cahaya putih atau
kuning ke depan, dan menyinarkan cahaya merah ke samping dan kearah
belakang; atau
b.satu buah lampu/lentera yang dibawa sendiri oleh pengemudi atau
pengawal yang berjalan di sisi kendaraan tersebut untuk kereta yang
ditarik hewan dan kereta dorong atau tarik;
c.rem yang bekerja baik khusus untuk becak;
d.ganjal roda yang dapat berfungsi sebagai rem pada saat kereta yang
ditarik hewan dan kereta dorong atau tarik berhenti atau parkir;
e.tuter atau alat peringatan dengan bunyi lainnya khusus untuk kereta
yang ditarik hewan dan becak.
Pasal 210
Ketentuan lebih lanjut mengenai kendaraan tidak bermotor, diatur
dengan Keputusan Menteri.
BAB VII PENGEMUDI
Bagian Pertama Surat Izin Mengemudi
Pasal 211
(1)Untuk mengemudikan kendaraan bermotor di jalan wajib memiliki surat
izin mengemudi.
(2)Surat izin mengemudi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibagi
dalam beberapa golongan :
a.golongan A, untuk mengemudikan mobil penumpang, mobil bus dan mobil
barang yang mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan tidak lebih dari
3.500 kilogram;
b.golongan B I, untuk mengemudikan mobil bus dan mobil *24277 barang
yang mempunyai jumlah berat yang diperbolehkan lebih dari 3.500
kilogram;
c.golongan B II, untuk mengemudikan tractor atau kendaraan bermotor
dengan menarik kereta tempelan atau gandengan berat yang diperbolehkan
untuk kereta tempelan atau kereta gandengan lebih dari 1.000 kilogram;
d.golongan C, untuk mengemudikan sepeda motor yang dirancang mampu
mencapai kecepatan lebih dari 40 kilogram per jam;
e.golongan D, untuk mengemudikan sepeda motor yang dirancang dengan
kecepatan tidak lebih dari 40 kilogram per jam.
Pasal 212
(1)Untuk mengemudikan kendaraan umum, harus memiliki surat izin
mengemudi umum yang sesuai untuk golongannya yaitu :
a.A Umum untuk golongan A; b.B I Umum untuk golongan B I; c.B II Umum
untuk golongan B II.
(2)Ketentuan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku untuk
pengemudi yang mengemudikan sendiri kendaraan umum yang disewanya.
Pasal 213
(1)Surat izin mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 211 dan Pasal
212 berlaku di seluruh wilayah Indonesia.
(2)Surat izin mengemudi golongan B I dapat diberlakukan sebagai surat
izin mengemudi golongan A.
(3)Surat izin mengemudi golongan B II, dapat diberlakukan sebagai
surat izin mengemudi golongan A dan B I.
(4)Surat izin mengemudi golongan C dapat diberlakukan sebagai surat
izin mengemudi golongan D.
Pasal 214
Surat izin mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 211 dan Pasal
212 berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat diperpanjang.
Pasal 215
(1)Setiap golongan surat izin mengemudi sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 211 dan Pasal 212 berisi data mengenai : a.nama pemilik;
b.tempat/tanggal lahir pemilik; c.alamat pemilik; d.pekerjaan pemilik;
e.tinggi badan pemilik; f.tempat dan tanggal diterbitkan; g.nama dan
cap instansi yang menerbitkan; h.nama dan tanda tangan pejabat yang
menerbitkan; i.golongan dan nomor surat izin mengemudi; *24278 j.jenis
surat izin mengemudi; k.tanggal berakhir masa berlaku; l.tanda tangan
dan sidik jari pemilik; m.pas photo dari pemilik.
(2)Surat izin mengemudi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditulis
dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris.
(3)Surat izin mengemudi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dibuat
dari bahan yang mempunyai unsur pengaman.
Pasal 216
Pemberian surat izin mengemudi sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dari lalu lintas dan angkutan jalan dilaksanakan oleh unit pelaksana
penerbitan surat izin mengemudi kendaraan bermotor satuan lalu lintas
Kepolisian Negara Republik Indonesia, yang selanjutnya di dalam
Peraturan Pemerintah ini disebut pelaksana penerbitan surat izin
mengemudi.
Paragraf 2 Persyaratan dan Tata Cara Memperoleh Surat Izin Mengemudi
Pasal 217
(1)Untuk memperoleh surat izin mengemudi, harus memenuhi persyaratan :
a.mengajukan permohonan tertulis; b.dapat menulis dan membaca huruf
latin; c.memiliki pengetahuan yang cukup mengenai peraturan lalu
lintas jalan dan teknik dasar kendaraan bermotor; d.memenuhi ketentuan
tentang batas usia :
1)16 tahun untuk surat izin mengemudi golongan C dan D; 2)17 tahun
untuk surat izin mengemudi golongan A; 3)20 tahun untuk surat izin
mengemudi golongan B I dan B II;
e.memiliki ketrampilan mengemudikan kendaraan bermotor; f.sehat
jasmani dan rohani; g.lulus ujian teori dan praktek; h.telah memiliki
surat izin mengemudi sekurang-kurangnya 12 bulan golongan A bagi
pemohon golongan B I, dan sekurang-kurangnya 12 bulan golongan B I
bagi pengemudi golongan B II.
(2)Untuk mendapatkan surat izin mengemudi golongan A umum, B I umum
dan B II umum sebagaimana dimaksud dalam Pasal 212 ayat (1), harus
dipenuhi persyaratan :
a.memiliki surat izin mengemudi : 1)golongan A untuk memperoleh
golongan A Umum; 2)golongan A Umum atau B I untuk memperoleh golongan
B I Umum; 3)golongan B I Umum atau B II untuk memperoleh golongan B II
Umum;
*24279 b.mempunyai pengalaman mengemudikan kendaraan bermotor sesuai
dengan golongan surat izin mengemudi yang dimiliki sekurang-kurangnya
12 (dua belas) bulan;
c.memiliki pengetahuan mengenai : 1)pelayanan angkutan umum;
2)jaringan jalan dan kelas jalan; 3)pengujian kendaraan bermotor;
4)tata cara mengangkut orang dan/atau barang.
Pasal 218
(1)Permohonan surat izin mengemudi diajukan kepada pelaksana
penerbitan surat izin mengemudi dengan menggunakan formulir yang
sekurang-kurangnya berisi : a.nama dan alamat; b.jenis kelamin;
c.kebangsaan; d.agama; e.tempat dan tanggal lahir; f.pekerjaan;
g.keterangan mengenai golongan surat izin mengemudi yang diminta;
h.keterangan mengenai jenis umum dan tidak umum surat izin mengemudi
yang diminta.
(2)Permohonan surat izin mengemudi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
dilampiri : a.salinan tanda jati diri yang sekurang-kurang-nya memuat
nama lengkap, tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal
tetap atau sementara; b.surat keterangan dokter yang menyatakan
pemohon dalam keadaan sehat jasmani dan rohani; c.keterangan mengenai
golongan darah; d.pas photo terbaru dari pemohon; e.salinan surat izin
mengemudi yang sesuai dengan golongan surat izin mengemudi umum yang
diminta bagi pemohon surat izin mengemudi umum; f.salinan surat izin
mengemudi golongan A bagi pemohon golongan B I dan golongan B I bagi
pemohon golongan B II.
Paragraf 3 Ujian Bagi Pemohon Surat Izin Mengemudi
Pasal 219
(1)Ujian untuk mendapatkan surat izin mengemudi sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 217 ayat (1) huruf g, meliputi pengetahuan teori dan
praktek ketrampilan mengemudi.
(2)Pengetahuan teori sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari
:
a.peraturan lalu lintas; b.teknik dasar kendaraan bermotor; c.cara
mengemudikan kendaraan yang baik di jalan.
(3)Praktek ketrampilan mengemudi sebagaimana dimaksud dalam ayat
*24280 (1) terdiri dari :
a.praktek keterampilan mengemudikan kendaraan bermotor; b.praktek
berlalu lintas di jalan.
Pasal 220
Untuk mendapatkan surat izin mengemudi umum, pemohon diharuskan
mengikuti ujian yang terdiri dari :
a.ujian teori, meliputi pengetahuan mengenai :
1)pelayanan angkutan umum; 2)jaringan jalan dan kelas jalan;
3)pengujian kendaraan bermotor; 4)tata cara mengangkut orang dan/atau
barang; 5)tempat-tempat penting di wilayah domisili.
b.ujian praktek, meliputi praktek :
1)menaikkan dan menurunkan penumpang dan/atau barang, baik di terminal
maupun di tempat-tempat tertentu lainnya; 2)tata cara mengangkut orang
dan/atau barang; 3)mengisi surat muatan; 4)etika pengemudi kendaraan
umum.
Pasal 221
Pengujian dalam penyelenggaraan ujian untuk mendapatkan surat izin
mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 219 dan Pasal 220 harus
memenuhi persyaratan :
a.memiliki surat izin mengemudi dari golongan yang sama dengan
golongan surat izin mengemudi yang dimohon oleh calon pengemudi
sekurang-kurangnya selama 3 (tiga) tahun;
b.mempunyai pendidikan serendah-rendahnya sekolah lanjutan tingkat
atas;
c.diangkat sebagai penguji oleh pejabat yang berwenang.
Pasal 222
(1)Hasil ujian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 219 dan Pasal 220
harus diumumkan selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak ujian
dilakukan.
(2)Pemohon surat izin mengemudi yang tidak lulus ujian sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) dapat mengikuti ujian ulang dalam tenggang
waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja sejak dinyatakan
tidak lulus, tanpa mengajukan permohonan baru.
(3)Peserta ujian ulang sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) yang tidak
lulus, dapat mengikuti ujian ulang setelah 60 (enam puluh) hari kerja
sejak dinyatakan tidak lulus, tanpa mengajukan permohonan baru.
Pasal 223
(1)Permohonan surat izin mengemudi yang lulus ujian harus diberi surat
izin mengemudi sesuai golongan yang dimohon, selambat- *24281
lambatnya 1 (satu) hari kerja sejak yang bersangkutan dinyatakan
lulus.
(2)Surat izin mengemudi diberikan setelah ditandatangani dan dibubuhi
cap jempol kanan pemohon atau jari lainnya.
Paragraf 4 Perpanjangan, Penggantian dan Mutasi Surat Izin Mengemudi
Pasal 224
(1)Surat izin mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 214 dapat
diperpanjang tanpa keharusan mengikuti ujian sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 219 dan Pasal 220.
(2)Permohonan perpanjangan masa berlaku surat izin mengemudi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diajukan kepada pelaksana
penerbitan surat izin mengemudi dengan menggunakan formulir yang
ditetapkan serta melampirkan :
a.salinan tanda jati diri yang sekurang-kurangnya memuat nama lengkap,
tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal tetap atau
sementara;
b.surat izin mengemudi yang dimohonkan untuk diperpanjang;
c.surat keterangan dokter yang menyatakan permohonan dalam keadaan
sehat jasmani dan rohani;
d.pas photo terbaru dari pemohon.
(3)Apabila surat izin mengemudi telah habis masa berlakunya lebih dari
1 (satu) tahun, pemohon wajib mengikuti ujian teori dan praktek
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 219 dan Pasal 220.
(4)Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja sejak
permohonan perpanjangan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterima
secara lengkap, pelaksana penerbitan surat izin mengemudi harus
menerbitkan surat izin mengemudi atau menolak permohonan.
Pasal 225
(1)Apabila surat izin mengemudi hilang, rusak dan/atau tidak terbaca
lagi maka pemiliknya dapat mengajukan permohonan penggantian surat
izin mengemudi baru.
(2)Permohonan penggantian surat izin mengemudi sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) diajukan kepada pelaksana penerbitan surat izin
mengemudi yang bersangkutan, dengan menggunakan formulir yang telah
ditetapkan serta melampirkan :
a.surat izin mengemudi yang dimiliki atau surat keterangan kehilangan
dari kepolisian setempat;
b.salinan tanda jati diri yang sekurang-kurangnya memuat nama lengkap,
tempat dan tanggal lahir, pekerjaan, tempat tinggal tetap atau
sementara;
*24282 c.pas photo terbaru dari pemohon.
(3)Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 1 (satu) hari kerja sejak
permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) diterima secara
lengkap, pelaksana penerbitan surat izin mengemudi harus menerbitkan
surat izin mengemudi baru atau menolak permohonan.
Pasal 226
(1)Pemilik surat izin mengemudi harus melaporkan apabila pindah tempat
tinggalnya secara tetap ke luar wilayah kekuasaan pelaksana penerbitan
surat izin mengemudi dalam waktu selambat-lambatnya 2 (dua) bulan
sejak kepindahan di tempat yang baru.
(2)Pelaksana penerbitan surat izin mengemudi setelah menerima laporan,
harus mengeluarkan surat keterangan untuk digunakan pemohon apabila
akan memperbarui atau memperpanjang surat izin mengemudi.
(3)Pemilik surat izin mengemudi sebagaimana dimaksud dalam ayat (1)
tetap dapat menggunakan surat izin mengemudi di tempat tinggal yang
baru sampai habis masa berlakunya.
(4)Perpanjangan surat izin mengemudi dilakukan di wilayah kekuasaan
pelaksana penerbitan surat izin mengemudi di tempat tinggal yang baru,
dengan menyertakan dalam permohonannya surat keterangan sebagaimana
dimaksud dalam ayat (2).
Pasal 227
(1)Untuk mendapatkan surat izin mengemudi yang pertama kali,
perpanjangan, dan penggantian dipungut biaya.
(2)Atas usul Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Menteri
menetapkan biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) setelah
berkoordinasi dengan Menteri yang bertanggung jawab di bidang
pertahanan keamanan dan mendapat persetujuan Menteri yang bertanggung
jawab di bidang keuangan negara.
Paragraf 5 Penolakan dan Pencabutan Surat Izin Mengemudi
Pasal 228
Permohonan untuk mendapatkan surat izin mengemudi baru, ditolak
apabila :
a.tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 217 dan
Pasal 218;
b.pemohon telah memiliki surat izin mengemudi dari golongan yang sama
dengan yang dimohon;
c.masa pencabutan surat izin mengemudi yang bersangkutan berdasarkan
keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap, belum
berakhir.
Pasal 229
*24283 Perpanjangan dan penggantian surat izin mengemudi ditolak
apabila pemohon tidak memenuhi persyaratan sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 224 dan Pasal 225.
Pasal 230
Surat izin mengemudi dinyatakan tidak berlaku apabila :
a.habis masa berlakunya;
b.dalam keadaan rusak sehingga tidak bisa terbaca lagi;
c.digunakan orang lain;
d.diperoleh dengan cara tidak sah;
e.data yang terdapat dalam surat izin mengemudi diubah.
Paragraf 6 Surat Izin Mengemudi Internasional
Pasal 231
(1)Pemilik surat izin mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 211
dan Pasal 212 dapat memperoleh surat izin mengemudi internasional.
(2)Surat izin mengemudi internasional sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) diterbitkan oleh instansi atau badan yang ditunjuk Menteri.
(3)Untuk memperoleh surat izin mengemudi internasional sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) pemohon harus memiliki surat izin mengemudi
yang sama atau disesuaikan dengan golongan yang dimohon.
(4)Permohonan untuk memperoleh surat izin mengemudi internasional
diajukan kepada instansi atau badan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) dengan menggunakan formulir yang telah ditetapkan serta
melampirkan :
a.salinan surat izin mengemudi yang dimiliki; b.salinan tanda jati
diri yang sekurang-kurangnya memuat nama lengkap, tempat dan tanggal
lahir, pekerjaan, tempat tinggal tetap atau sementara; c.pas photo
terbaru dari pemohon.
(5)Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 3 (tiga) hari kerja sejak
permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (3) diterima secara
lengkap, instansi atau badan yang menerbitkan surat izin mengemudi
internasional harus menerbitkan surat izin mengemudi internasional
atau menolak permohonan.
Pasal 232
(1)Untuk memperoleh surat izin mengemudi internasional sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 231 ayat (1) dipungut biaya.
(2)Besarnya biaya sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) ditetapkan oleh
Menteri.
Pasal 233
*24284 Surat izin mengemudi internasional sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 231 berlaku selama 1 (satu) tahun dan tidak dapat diperpanjang.
Pasal 234
Instansi atau badan yang menerbitkan surat izin mengemudi
internasional sebagaimana dimaksud dalam Pasal 231, wajib melaporkan
penerbitan surat izin mengemudi internasional secara berkala setiap 1
(satu) tahun sekali kepada Menteri dan Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia.
Paragraf 7 Pendidikan Mengemudi
Pasal 235
(1)Pendidikan mengemudi dapat diselenggarakan oleh pemerintah, badan
hukum Indonesia atau warga negara Indonesia.
(2)Penyelenggaraan pendidikan mengemudi sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1) wajib mendapat izin dari Menteri yang bertanggung jawab di
bidang pendidikan nasional setelah mendengar pendapat Menteri dan
Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
(3)Untuk memperoleh izin menyelenggarakan pendidikan mengemudi
sebagaimana yang dimaksud dalam ayat (2) harus memenuhi persyaratan
yang diatur lebih lanjut dengan Keputusan Menteri setelah mendengar
pertimbangan Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendidikan
nasional, dan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia.
Pasal 236
(1)Permohonan untuk memperoleh izin menyelenggarakan pendidikan
mengemudi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 235 ayat (2), diajukan
kepada Menteri yang bertanggung jawab di bidang pendidikan nasional
dengan menggunakan formulir yang telaah ditetapkan serta melampirkan
bukti pemenuhan persyaratan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 235 ayat
(3).
(2)Dalam jangka waktu selambat-lambatnya 14 (empat belas) hari kerja
sejak permohonan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diterima secara
lengkap, Menteri memberikan izin atau menolak permohonan izin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 235 ayat (2).
Pasal 237
(1)Penyelenggara pendidikan mengemudi yang telah memperoleh izin
berkewajiban :
a.mentaati ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pendidikan
nasional serta lalu lintas dan angkutan jalan;
b.mengumumkan biaya pendidikan mengemudi yang ditempatkan pada tempat
yang mudah dilihat oleh calon pengemudi.
(2)Izin penyelenggaraan pendidikan mengemudi sebagaimana dimaksud
*24285 dalam Pasal 235 ayat (2) dapat dicabut apabila pemegang izin
tidak memenuhi kewajiban sebagaimana dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 238
(1)Untuk keperluan pendidikan mengemudi, calon pengemudi dapat
mengemukakan kendaraan bermotor di jalan di bawah pengawasan langsung
orang yang memenuhi persyaratan untuk itu.
(2)Persyaratan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) meliputi :
a.mempunyai golongan surat izin mengemudi sesuai dengan kendaraan
bermotor yang digunakan;
b.mempunyai pengalaman mengemudi sekurang-kurangnya 3 (tiga) tahun
pada golongan yang bersangkutan.
(3)Kendaraan bermotor yang dipergunakan sebagaimana dimaksud dalam
ayat (1), harus dilengkapi :
a.tanda bertuliskan latihan, yang jelas kelihatan dari depan dan dari
belakang kendaraan bermotor;
b.rem tambahan yang dapat dioperasikan oleh pengawas sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1).
Pasal 8
Sistem Informasi Surat Izin Mengemudi
Pasal 239
(1)Pelaksana penerbitan surat izin mengemudi harus menyelenggarakan
sistem informasi surat izin mengemudi.
(2)Atas usul Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia, Menteri
menetapkan ketentuan mengenai sistem informasi surat izin mengemudi
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1), setelah berkoordinasi dengan
Menteri yang bertanggung jawab di bidang pertahanan keamanan.
Bagian Kedua Waktu Kerja, Waktu Istirahat dan Pergantian Pengemudi
Pasal 240
(1)Untuk menjamin keselamatan lalu lintas dan angkutan di jalan,
perusahaan angkutan umum wajib mematuhi ketentuan mengenai waktu kerja
dan waktu istirahat bagi pengemudi kendaraan umum.
(2)Waktu kerja bagi pengemudi kendaraan umum sebagaimana dimaksud
dalam ayat (1) adalah 8 (delapan) jam sehari.
(3)Pengemudi kendaraan umum setelah mengemudikan kendaraan selama 4
(empat) jam berturut-turut, harus diberikan istirahat
sekurang-kurangnya setengah jam.
(4)Dalam hal-hal tertentu pengemudi sebagaimana dimaksud dalam ayat
(2) dapat dipekerjakan menyimpang dari waktu kerja 8 *24286 (delapan)
jam sehari, tetapi tidak boleh lebih dari 12 (dua belas) jam sehari
termasuk istirahat 1 (satu) jam.
(5)Penyimpangan waktu kerja sebagaimana dimaksud dalam ayat (4) tidak
berlaku bagi pengemudi kendaraan umum yang mengemudikan kendaraan umum
angkutan antar kota.
(6)Pengemudi kendaraan umum wajib mematuhi ketentuan waktu kerja dan
waktu istirahat sebagaimana dimaksud dalam ayat (2), ayat (3), ayat
(4), dan ayat (5).
Pasal 241
(1)Pengusaha angkutan umum yang mengoperasikan kendaraannya lebih dari
waktu sebagaimana dimaksud dalam Pasal 240 ayat (2) dan ayat (4) harus
menyediakan pengemudi pengganti.
(2)Pengusaha angkutan umum harus melakukan penggantian pengemudi
dengan pengemudi pengganti setelah jangka waktu sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 240 ayat (2) dan ayat (4) dilampaui.
Pasal 242
Penyimpangan waktu kerja dan penggantian pengemudi sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 240 dan Pasal 241 diatur lebih lanjut oleh
Menteri yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan setelah
mendengar pendapat Menteri.
BAB VIII KETENTUAN LAIN-LAIN
Pasal 243
(1)Spesifikasi teknik kendaraan bermotor sebagaimana dimaksud dalam
Peraturan Pemerintah ini merupakan persyaratan yang harus dipenuhi
dalam penetapan Standar Nasional Indonesia.
(2)Ketentuan lebih lanjut mengenai spesifikasi teknik sebagaimana
dimaksud dalam ayat (1) diatur dengan Keputusan Menteri.
Pasal 244
(1)Untuk mengemudikan kendaraan bermotor Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia, pengemudi harus memiliki surat izin mengemudi Angkatan
Bersenjata Republik Indonesia.
(2)Surat izin mengemudi Angkatan Bersenjata Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) tidak berlaku untuk mengemudikan
kendaraan bermotor selain kendaraan bermotor Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia.
(3)Ketentuan mengenai surat izin mengemudi Angkatan Bersenjata
Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) diatur lebih
lanjut dengan Keputusan Panglima Angkatan Bersenjata Republik
Indonesia.
BAB IX KETENTUAN PERALIHAN
Pasal 245
*24287 Kewajiban melengkapi sabuk keselamatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 76, mulai berlaku pada tanggal 17 September 1998.
BAB X KETENTUAN PENUTUP
Pasal 246
Pada tanggal mulai berlakunya Peraturan Pemerintah ini, semua
peraturan perundang-undangan yang lebih rendah dari Peraturan
Pemerintah ini, yang mengatur ketentuan mengenai kendaraan dan
pengemudi dinyatakan tetap berlaku, sepanjang tidak bertentangan atau
belum diganti dengan yang baru berdasarkan Peraturan Pemerintah ini.
Pasal 247
(1)Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, peraturan yang mengatur
penyerahan sebagian urusan pemerintahan di bidang lalu lintas dan
angkutan jalan kepada Daerah Tingkat I dan Daerah Tingkat II
dinyatakan tetap berlaku.
(2)Urusan pemerintahan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan
sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) yang telah ditindaklanjuti dengan
penyerahan secara nyata, tetap dilaksanakan oleh Daerah Tingkat I atau
Daerah Tingkat II yang bersangkutan.
Pasal 248
Dengan berlakunya Peraturan Pemerintah ini, maka Peraturan Lalu Lintas
Jalan (Staatsblad 1936 Nomor 451) sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Peraturan Pemerintah Nomor 2 Tahun 1964
dinyatakan tidak berlaku lagi.
Pasal 249
Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal 17 September 1993.
Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan
Pemerintah ini dengan penempatannya dalam Lembaran Negara Republik
Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 14 Juli 1993 PRESIDEN REPUBLIK
INDONESIA
ttd
SOEHARTO
Diundangkan di Jakarta pada tanggal 14 Juli 1993 MENTERI NEGARA
SEKRETARIAT NEGARA REPUBLIK INDONESIA
ttd.
*24288 MOERDIONO
LEMBARAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 1993 NOMOR 64
Salinan sesuai dengan aslinya SEKRETARIAT KABINET RI Kepala Biro Hukum
dan Perundang-undangan
ttd
Bambang Kesowo, S.H., LL.M.
PENJELASAN ATAS PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 14 TAHUN
1993 TENTANG KENDARAAN DAN PENGEMUDI
UMUM.
Kendaraan dan pengemudi merupakan sebagian unsur pokok dalam
penyelenggaraan transportasi jalan yang bertujuan untuk mewujudkan
lalu lintas dan angkutan jalan yang selamat, aman, cepat, lancar,
tertib dan teratur, nyaman dan efisien, mampu memadukan moda
transportasi lainnya, menjangkau seluruh pelosok wilayah daratan,
untuk menunjang pemerataan, pertumbuhan dan stabilitas, sebagai
pendorong, penggerak dan penunjang pembangunan nasional dengan biaya
yang terjangkau oleh daya beli masyarakat.
Di samping itu, kedudukan dan peranan kendaraan maupun pengemudi juga
menyangkut hajat hidup seluruh lapisan masyarakat, terutama yang
menyangkut perwujudan keseimbangan perkembangan antar daerah dan
pemerataan hasil-hasil pembangunan secara nasional, serta untuk
mendukung kegiatan ekonomi, meningkatkan persatuan dan kesatuan
bangsa, dalam rangka mewujudkan sasaran-sasaran pembangunan nasional
menuju masyarakat Indonesia yang adil dan makmur berdasarkan
Pancasila.
Dalam kedudukan dan peranannya seperti itu, maka pengaturan dan
pembinaan kendaraan maupun mengemudi seharusnya tidak hanya dilihat
dari kepentingan sektoral semata, namun lebih dimaksudkan untuk
pencapaian tujuan penyelenggaraan transportasi jalan sebagaimana
diuraikan di atas.
Pengaturan dan pembinaan kendaraan maupun pengemudi tersebut tidak
dapat dipisahkan dari sistem lalu lintas dan angkutan jalan yang
secara keseluruhan merupakan bagian tidak terpisahkan dari sistem
transportasi nasional.
Pada kenyataannya, kegiatan pengaturan dan pembinaan tersebut menuntut
keterlibatan serta dukungan berbagai instansi pemerintah maupun
masyarakat yang mempunyai kaitan tugas dengan bidang lalu lintas dan
angkutan jalan.
Untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang optimal, diperlukan
*24289 adanya pengaturan dan pembinaan secara terpadu, menyeluruh dan
berkesinambungan. Hal ini dapat dicapai jika kegiatan pengaturan dan
pembinaan pada masing-masing instansi pemerintah tersebut
terkoordinasi secara utuh, tertib, teratur dan sinergenik antara satu
dengan lainnya, tanpa mengurangi tugas dan tanggung jawab
masing-masing instansi.
Pengaturan dan pembinaan lalu lintas dan angkutan jalan sebagaimana
dimaksud dalam uraian di atas meliputi prasarana transportasi jalan,
kendaraan dan pengemudi, penyedia dan pemakai jasa angkutan, lalu
lintas dan angkutan. Peraturan Pemerintah ini hanya memuat hal ikhwal
yang berkaitan dengan kendaraan dan pengemudi.
Hal ikhwal mengenai kendaraan dan pengemudi tersebut ditata dalam satu
Peraturan Pemerintah, karena keduanya saling mempengaruhi dan
berkaitan sangat erat.
Peraturan Pemerintah ini mengatur hal-hal yang berkaitan dengan
persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan bermotor, kewajiban yang
harus dipenuhi oleh kendaraan bermotor yang akan dibuat/dirakit di
dalam negeri dan/atau diimpor, pengujian kendaraan bermotor beserta
komponen-komponennya, pemeliharaan dan perbaikan kendaraan bermotor,
pendaftaran kendaraan bermotor, pengemudi, persyaratan teknis
kendaraan tidak bermotor, surat izin mengemudi dan waktu istirahat
bagi pengemudi.
Di dalam Peraturan Pemerintah ini juga diatur kewajiban pemilik untuk
mendaftarkan kendaraan bermotornya, dalam rangka mengumpulkan data
yang dapat digunakan untuk tertib administrasi, pengendalian kendaraan
bermotor yang dioperasikan di Indonesia, mempermudah penyidikan
pelanggaran atau kejahatan yang menyangkut kendaraan yang
bersangkutan, serta dalam rangka perencanaan kendaraan yang
bersangkutan, serta dalam rangka perencanaan, rekayasa dan manajemen
lalu lintas dan angkutan jalan, dan memenuhi kebutuhan data lainnya
dalam rangka perencanaan pembangunan nasional.
PASAL DEMI PASAL
Pasal 1
Angka 1
Termasuk dalam pengertian kendaraan bermotor adalah kereta gandengan
atau kereta tempelan yang dirangkaikan dengan kendaraan bermotor.
Angka 2
Rumah-rumah ialah bagian dari kendaraan bermotor jenis mobil penumpang
atau mobil bus atau mobil barang, yang berada pada landasan berbentuk
ruang muatan, baik untuk orang maupun barang.
Angka 3
Pengertian dilengkapi dengan sebanyak-banyaknya 8 (delapan) tempat
duduk tidak termasuk pengemudinya adalah jika tempat duduk penumpang
yang dipasang pada ruang penumpang pada kendaraan bermotor tersebut
memiliki ukuran dan jarak antara tempat duduk normal. Dalam hal *24290
satu kendaraan bermotor berukuran besar (misalnya mobil bus besar atau
bus sedang yang memiliki jarak sumbu lebih besar atau sama dengan
3.000 milimeter), tempat duduk dan perlengkapannya memiliki ukuran
sedemikian rupa sehingga jumlah tempat duduk penumpangnya tidak lebih
dari 8 (delapan), maka kendaraan bermotor semacam ini dikelompokkan
sebagai mobil bus.
Angka 4
Termasuk dalam pengertian mobil bus adalah kendaraan bermotor yang
memiliki jarak sumbu lebih besar atau sama dengan 3.000 milimeter,
walaupun jumlah tempat duduk kurang dari 8 (delapan) tidak termasuk
tempat duduk pengemudi.
Angka 5
Termasuk dalam pengertian mobil barang adalah kendaraan bermotor yang
dirancang khusus sebagai kendaraan bermotor penarik )tractor head).
Angka 6
Pengertian penggunaan untuk keperluan khusus atau mengangkut
barang-barang khusus dalam ketentuan ini adalah kendaraan bermotor
yang dirancang secara khusus, baik untuk penggunaan khusus maupun
untuk mengangkut barang-barang khusus. Kendaraan khusus dimaksud
antara lain kendaraan pengangkut peti kemas, kendaraan pengangkut
bahan berbahaya dan beracun (termasuk limbah bahan berbahaya dan
beracun), mobil pemadam kebakaran, mobil ambulan, mobil jenazah,
forklift yang berlalu lintas di jalan, kendaraan bermotor yang
dilengkapi dengan peralatan uji, kendaraan bermotor yang dilengkapi
dengan peralatan kerja (service vehicle), kendaraan bermotor yang
masih dalam tahap penelitian, kendaraan bermotor yang dilengkapi
dengan peralatan untuk keperluan penelitian, kendaraan bermotor untuk
menjajakan barang dagangan.
Angka 7
Cukup jelas
Angka 8
Cukup jelas
Angka 9
Cukup jelas
Angka 10
Cukup jelas
Angka 11
Cukup jelas *24291 Angka 12
Orang yang langsung mengawasi dalam ketentuan ini adalah orang yang
berada pada kendaraan bermotor yang bersangkutan.
Angka 13
Cukup jelas
Angka 14
Cukup jelas
Angka 15
Besarnya jumlah berat yang diperbolehkan ditetapkan oleh pembuat
kendaraan bermotor yang bersangkutan berdasarkan
perhitungan-perhitungan teknis kendaraan.
Angka 16
Besarnya jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan merupakan
penjumlahan dari jumlah berat yang diperbolehkan kendaraan bermotor
penarik dengan jumlah berat yang diperbolehkan kendaraan yang ditarik.
Besarnya jumlah berat yang diperbolehkan kendaraan bermotor penarik
dan kendaraan yang ditarik masing-masing ditetapkan oleh pembuatnya
berdasarkan perhitungan teknis kendaraan.
Angka 17
Besarnya jumlah berat yang diizinkan ditetapkan berdasarkan kelas
jalan yang dilalui agar tidak menimbulkan kerusakan jalan dan untuk
keperluan kelancaran serta keselamatan lalu lintas. Oleh karena itu,
penetapan besarnya jumlah berat yang diizinkan lebih kecil atau sama
dengan jumlah berat yang diperbolehkan.
Angka 18
Besarnya jumlah berat kombinasi yang diizinkan ditetapkan berdasarkan
kelas jalan yang dilalui agar tidak menimbulkan kerusakan jalan dan
untuk keperluan kelancaran serta keselamatan lalu lintas. Oleh karena
itu, penetapan besarnya jumlah berat kombinasi yang diizinkan lebih
kecil atau sama dengan jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan.
Angka 19
Cukup jelas
Angka 20
Cukup jelas
Pasal 2
*24292 Ayat (1)
Pengelompokan menjadi lima jenis kendaraan bermotor tersebut
dimaksudkan agar penggunaan kendaraan bermotor sesuai dengan
peruntukan dan kelas jalan yang dilaluinya.
Ayat (2)
Masing-masing jenis kendaraan bermotor masih perlu digolongkan lebih
lanjut, untuk memberikan kejelasan tentang bentuk-bentuk kendaraan
bermotor yang termasuk dalam masing-masing jenis yang bersangkutan,
dikaitkan pula dengan sifat dan penggunaan kendaraan bermotor serta
kelas jalan, antara lain seperti mobil penumpang sedan, mobil bus
kecil. mobil bus tingkat.
Pasal 3
Ayat (1) Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Termasuk dalam pengertian badan kendaraan bermotor adalah roda kelima
(fifth wheel) yang dipasang secara permanen pada landasan kendaraan
bermotor (tractor head) yang khusus dirancang untuk menarik kereta
tempelan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 4
Ayat (1)
Untuk mengetahui bahwa rangka landasan kendaraan bermotor memenuhi
persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam ayat ini, dapat
dilakukan melalui perhitungan-perhitungan teknis dengan menggunakan
norma-norma teknologi yang telah baku, atau melalui uji konstruksi,
baik dengan menggunakan peralatan uji konstruksi maupun uji jalan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 5
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Nomor rangka landasan kendaraan bermotor harus dibubuhkan secara
permanen dan tidak dapat dihapus selama kendaraan *24293 bermotor yang
bersangkutan dioperasikan di jalan. Nomor rangka landasan kendaraan
bermotor tersebut merupakan identitas atau jati diri kendaraan yang
bersangkutan. Oleh karena itu, untuk keperluan penulisan jati diri
atau identitas kendaraan bermotor yang bersangkutan pada sertifikat
registrasi, buku uji, surat tanda nomor kendaraan bermotor, dan buku
pemilik kendaraan bermotor, maka setiap pembuat kendaraan bermotor
melaporkan sistem penomoran dan lokasi penomoran rangka landasannya.
Ayat (3)
Nomor rangka landasan yang dibubuhkan pada badan kendaraan bermotor
harus memenuhi persyaratan teknis sebagaimana dimaksud dalam ayat (2).
Pasal 6
Dalam Keputusan Menteri diatur ketentuan-ketentuan antara lain
mengenai persyaratan teknis konstruksi rangka landasan, konstruksi
rangka landasan yang dirancang untuk menarik kereta gandengan atau
kereta tempelan, konstruksi pengait kendaraan bermotor, tata cara
penomoran rangka landasan.
Pasal 7
Cukup jelas
Pasal 8
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Bagian tertentu sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini adalah pada
bagian blok motor atau rumah motor yang tidak mudah diganti-ganti, dan
tidak mudah dihapus.
Pasal 9
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 10
Ayat (1)
Cukup jelas
*24294 Ayat (2)
Huruf a
jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Termasuk pengertian diikat adalah di kelam, dibuat, dijepit atau
dikelilingi.
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 11
Bahan bakar alternatif lainnya dapat berupa antara lain bahan bakar
hidrogen, energi surya, energi listrik.
Pasal 12
Cukup jelas
Pasal 13
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Arah pipa pembuangan harus dibuat sedemikian rupa sehingga tidak
mengganggu pemakai jalan lainnya, *24295 termasuk orang yang sedang
berdiri atau berjalan di pinggir jalan.
Huruf c
Pipa pembuangan tersebut disamping tidak boleh menonjol melewati sisi
samping atau sisi belakang kendaraan bermotor yang bersangkutan, juga
tidak boleh terlalu pendek sehingga dapat menimbulkan terjadinya
pusaran-pusaran (terbulensi) yang dapat mengakibatkan masuknya asap
atau gas buang ke ruang penumpang.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 14
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan alat penerus daya adalah peralatan yang berfungsi
meneruskan daya motor ke roda-roda kendaraan bermotor, sehingga
kendaraan bermotor tersebut dapat bergerak maju atau mundur.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 15
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pelek-pelek dan ban-ban hidup yang digunakan pada kendaraan bermotor,
kereta gandengan dan kereta tempelan harus memiliki ukuran dan
kemampuan sesuai dengan beban yang dipikulnya. Untuk dapat memberikan
jaminan keselamatan secara teknis terhadap penggunaan ban-ban dan
pelek-pelek pada kendaraan bermotor, kereta gandengan dan kereta
tempelan, besarnya beban yang diperbolehkan untuk masing-masing ukuran
ban, dikaitkan dengan tekanan kerja ban, cara pemasangan, dan tingkat
keausan serta kerusakannya. Dengan demikian maka dapat diketahui
secara pasti, kapan ban-ban dan pelek-pelek tersebut boleh digunakan
pada kendaraan dan kapan tidak boleh digunakan lagi. Sumbu-sumbu roda
kendaraan bermotor, kereta gandengan dan *24296 kereta tempelan harus
dihitung dan dibuat sedemikian rupa sehingga mampu memikul beban
dinamis kendaraan sebesar jumlah berat yang diperbolehkan.
Ayat (3)
Dalam hal kendaraan bermotor, kereta gandengan, atau kereta tempelan
yang dirancang dan dibuat untuk mengangkut beban tertentu sebesar
jumlah berat yang diperbolehkan ternyata beban pada masing-masing
sumbu tunggalnya melebihi kemampuan kelas jalan yang akan dilalui,
maka kendaraan tersebut dapat dikonstruksi dengan menggunakan sumbu
ganda atau lebih, disesuaikan dengan kelas jalan yang dilalui.
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 16
Ayat (1)
Kemajuan teknologi memungkinkan banyaknya jenis sistem suspensi yang
dapat digunakan pada kendaraan bermotor, kereta gandengan dan kereta
tempelan. Namun demikian, belum tentu seluruh jenis sistem suspensi
tersebut cocok untuk digunakan di Indonesia. Oleh karena itu, untuk
kepentingan keselamatan lalu lintas dan angkutan jalan, dapat
ditetapkan jenis-jenis suspensi berupa penyangga yang boleh digunakan
di Indonesia. Jenis penyangga antara lain berupa pegas daun, penyangga
hidrolis, dan penyangga pneumatis.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 17
Ayat (1)
Alat kemudi yang dipasang dalam kendaraan bermotor berfungsi untuk
mengendalikan arah gerak kendaraan bermotor yang bersangkutan. Roda
kemudi digunakan untuk mobil penumpang, mobil bus, mobil barang dan
kendaraan khusus, sedangkan stang digunakan untuk sepeda motor roda
dua atau roda tiga.
Ayat (2)
Cukup jelas
*24297 Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 18
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 19
Cukup jelas
Pasal 20
Cukup jelas
Pasal 21
Cukup jelas
Pasal 22
Rem pelambat dalam ketentuan ini dapat menggunakan alat rem utama
dengan motor sedang hidup, alat rem pelambat yang khusus dirancang
untuk itu, alat rem pelambat dan alat rem utama yang bekerja secara
serempak.
Pasal 23
Ayat (1)
Huruf a
Rem utama dalam ketentuan ini harus mampu mengendalikan kecepatan dan
memberhentikan rangkaian kendaraan bermotor dengan kereta gandengan
atau kereta tempelan, baik dalam keadaan tanpa muatan maupun dengan
muatan sesuai dengan jumlah berat yang diperbolehkan. Rem utama
tersebut harus dapat bekerja secara serempak atau hampir bersamaan
pada setiap roda pada rangkaian kendaraan bermotor.
Huruf b
Rem parkir harus dapat berfungsi secara baik pada semua kondisi jalan
bila kendaraan bermotor yang bersangkutan dimuati sesuai dengan jumlah
berat yang diperbolehkan. Rem parkir tersebut harus *24298 dilengkapi
dengan alat pengunci mekanis.
Ayat (2)
Rem yang menjalankan dua fungsi pengereman dalam ketentuan ini dapat
mempunyai bagian-bagian yang merangkap dan bekerja pada semua roda.
Pasal 24
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 25
Ayat (1)
Pengertian peralatan pengereman yang bersesuaian dalam ketentuan ini
adalah penggunaan sistem pengereman yang bersesuaian antara kendaraan
bermotor penarik dengan kendaraan yang ditarik, misalnya apabila
kendaraan bermotor penariknya menggunakan alat pengereman dengan
sistem udara, maka sistem rem yang digunakan pada kendaraan bermotor
penariknya juga sistem udara, atau jika kendaraan bermotor penariknya
menggunakan sistem rem hidrolis, maka kendaraan yang ditarik harus
menggunakan sistem rem hidrolis pula.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 26
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 27
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas *24299 Pasal 28
Cukup jelas
Pasal 29
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 30
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 31
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 32
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 33
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 34
*24300 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 35
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 36
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Lampu mundur harus menyala apabila alat penerus daya digerakkan pada
posisi mundur.
Pasal 37
Cukup jelas
Pasal 38
Cukup jelas
Pasal 39
Cukup jelas
Pasal 40
Ayat (1)
Cukup jelas
*24301 Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 41
Cukup jelas
Pasal 42
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 43
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 44
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 45
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Pengertian berdampingan sedekat mungkin dalam ketentuan ini adalah
dipasang sedemikian rupa sehingga tidak melebihi lebar stang kemudi
dan tidak mengganggu pengemudi yang bersangkutan.
Pasal 46
*24302 Cukup jelas
Pasal 47
Cukup jelas
Pasal 48
Cukup jelas
Pasal 49
Cukup jelas
Pasal 50
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 51
Ayat (1)
Kendaraan bermotor roda tiga yang diperlakukan sebagai sepeda motor
adalah kendaraan bermotor roda tiga yang tidak dilengkapi dengan
rumah-rumah.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 52
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 53
Cukup jelas
Pasal 54
Cukup jelas
Pasal 55
Ayat (1)
Cukup jelas *24303 Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 56
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 57
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 58
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 59
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 60
Cukup jelas
Pasal 61
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2) *24304 Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 62
Cukup jelas
Pasal 63
Cukup jelas
Pasal 64
Ayat (1)
Pengertian secara serentak dalam ketentuan ini adalah apabila catu
(switch) utama dalam posisi dihidupkan (on) maka semua lampu-lampu
yang disebutkan dalam ayat ini menyala secara bersamaan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 65
Cukup jelas
Pasal 66
Cukup jelas
Pasal 67
Huruf a
Pengertian fasilitas umum dalam ketentuan ini adalah fasilitas yang
digunakan untuk kepentingan umum. Dengan demikian kendaraan bermotor
yang dimaksud dalam ketentuan ini antara lain kendaraan bermotor
pengangkut sampah, kendaraan bermotor untuk penyiram taman, kendaraan
bermotor untuk memasang atau memperbaiki fasilitas listrik untuk
penerangan umum.
Huruf b
Cukup jelas
*24305 Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Cukup jelas
Pasal 68
Mobil bus dan mobil barang ukuran besar dalam ketentuan ini adalah
yang memiliki ukuran lebar 2.500 milimeter.
Pasal 69
Dalam Keputusan Menteri diatur antara lain ketentuan-ketentuan
mengenai kekuatan cahaya lampu-lampu, arah lampu utama, tata cara
pemasangan.
Pasal 70
Cukup jelas
Pasal 71
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Yang dimaksud dengan pengukur jarak dalam ketentuan ini adalah alat
yang berfungsi untuk mengukur jarak tempuh kendaraan bermotor sejak
kendaraan bermotor tersebut dioperasikan.
Pasal 72
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 73
*24306 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 74
Cukup jelas
Pasal 75
Cukup jelas
Pasal 76
Ayat (1)
Tempat duduk penumpang di samping tempat duduk pengemudi dapat
berjumlah satu tempat duduk atau lebih. Tempat duduk penumpang yang
terletak atau yang dipasang di sebelah pengemudi dan tidak merupakan
tempat duduk penumpang yang paling pinggir dapat dilengkapi sabuk
keselamatan dengan dua jangkar. Sedangkan tempat duduk pengemudi dan
tempat duduk penumpang di sebelah pengemudi yang paling pinggir
dilengkapi dengan sabuk keselamatan tiga jangkar.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 77
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 78
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Walaupun dalam ketentuan ini diperkenankan bumper menonjol ke depan
sepanjang maksimum 50 sentimeter, namun bentuk dan cara pengamanan
tetap harus memperhatikan keselamatan pemakai jalan lainnya.
Pasal 79
*24307 Cukup jelas
Pasal 80
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 81
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 82
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Khusus untuk kaca depan kendaraan bermotor, disamping harus dibuat
dari kaca keselamatan (safety glass) dan tidak memberikan bayangan
yang tidak jelas, diharuskan pula memenuhi persyaratan harus terbuat
dari bahan yang memiliki tingkat kehalusan permukaan yang tinggi dan
dipasang pada posisi kemiringan serta kelengkapan tertentu, sehingga :
a.tidak mengganggu pandangan mata yang dapat mengakibatkan pengemudi
cepat lelah dan pusing; b.tidak menimbulkan jarak pandang semu atau
palsu; c.tidak mengubah bentuk dan warna obyek yang dilihat oleh
pengemudi.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 83
Cukup jelas
Pasal 84
Ayat (1)
*24308 Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 85
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 87
Dalam Keputusan Menteri diatur antara lain persyaratan teknis
konstruksi badan kendaraan bermotor, konstruksi pengikatan badan
kendaraan dengan rangka landasan, persyaratan teknis kaca, dan tata
letak tempat duduk.
Pasal 88
Cukup jelas
Pasal 89
Ayat (1)
Huruf a
Ban cadangan dalam ketentuan ini harus memiliki ukuran dan tekanan ban
yang sama atau hampir sama dengan ban-ban yang terpasang pada
kendaraan bermotor serta memenuhi persyaratan teknis dan laik jalan.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 90
*24309 Dalam Keputusan Menteri diatur antara lain persyaratan teknis
segitiga pengaman serta persyaratan teknis dan laik jalan helm.
Pasal 91
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 92
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 93
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
*24310 Cukup jelas
Pasal 94
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan lebar efektif dalam ketentuan ini adalah ukuran
lebar yang paling sempit pada lorong mobil bus.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 95
Cukup jelas
Pasal 96
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas Pasal 97
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 98
Peralatan komunikasi dimaksud antara lain berupa lampu atau bel.
Pasal 99
Cukup jelas
Pasal 100
Dalam Keputusan Menteri diatur antara lain persyaratan teknis mengenai
tempat keluar darurat, pintu keluar masuk, anak tangga, lorong dan
tempat berdiri.
*24311 Pasal 101
Tanda sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini hanya boleh dipasang
pada sub sekolah dan ukuran tulisan cukup memadai sehingga dapat
dilihat secara jelas dari arah depan dan belakang.
Pasal 102
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Tulisan dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk memberitahukan pengemudi
lainnya mengenai maksud dari lampu berwarna merah yang sedang menyala
pada bus sekolah, untuk menjaga keselamatan anak sekolah pada waktu
naik dan/atau turun dari bus sekolah.
Pasal 103
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 104
Dalam Keputusan Menteri diatur antara lain persyaratan teknis mengenai
lampu peringatan dan tulisan tambahan yang harus dipasang pada bus
sekolah, ukuran efektif pintu dan tangga masuk atau keluar.
Pasal 105
Cukup jelas
Pasal 106
Ayat (1)
Perisai kolong dalam ketentuan ini dipasang pada bagian samping kiri
kanan dan belakang kendaraan untuk melindungi keselamatan pemakai
jalan lainnya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 107
*24312 Dalam Keputusan Menteri diatur antara lain ketentuan mengenai
bentuk, ukuran, bahan dan cara pemasangan perisai kolong.
Pasal 108
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Yang dimaksud dengan roda kelima adalah alat perangkai kereta tempelan
yang dipasang secara kukuh pada rangka kendaraan bermotor penarik.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 109
Ayat (1)
Yang dimaksud dengan kaki-kaki penopang adalah kaki-kaki yang
berfungsi untuk menopang kereta tempelan pada saat tidak dirangkaikan
dengan kendaraan bermotor penariknya.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 110
Cukup jelas
Pasal 111
Cukup jelas
Pasal 112
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 113
Cukup jelas
Pasal 114
Dalam Keputusan Menteri diatur antara lain persyaratan teknis *24313
alat perangkai, kaki penopang dan cara pemasangannya, jenis, bentuk,
ukuran, bahan, cara pemasangan dan penggunaan alat perangkai.
Pasal 115
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 116
Walaupun lebar kereta gandengan yang diperkenankan ditarik oleh sepeda
motor sebesar maksimum 1.000 milimeter, namun lebar kereta gandengan
tersebut tidak boleh melebihi lebar sepeda motor penariknya.
Pasal 117
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 118
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 119
Cukup jelas
Pasal 120
Ayat (1) *24314 Cukup jelas
Ayat (2)
Lampu-lampu dan pemantul cahaya tambahan tersebut bersifat sementara
dan dipasang sesuai dengan ketentuan persyaratan teknis.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 121
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 122
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 123
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 124
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas *24315 Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 125
Dalam Keputusan Menteri diatur antara lain ketentuan mengenai cara
mengukur dan besarnya ukuran bagian-bagian kendaraan bermotor, tata
cara pengesahan jumlah berat yang diperbolehkan dan yang diizinkan,
tata cara pengukuran radius putar, persyaratan teknis rangkaian
kendaraan bermotor, dan bentuk, ukuran, warna, bahan dan tata cara
pemasangan tanda kendaraan bermotor berat.
Pasal 126
Ayat (1)
Persyaratan teknis dimaksud adalah sebagaimana diatur dalam Peraturan
Pemerintah ini.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 127
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Efisiensi sistem rem utama dalam ketentuan ini meliputi efisiensi rem
mobil penumpang, mobil bus dan mobil barang yang diukur pada kondisi
kendaraan bermotor dimuati sebesar jumlah berat yang diperbolehkan
atau jumlah berat kombinasi yang diperbolehkan.
Huruf d
Efisien sistem rem parkir meliputi rem parkir dengan kendali rem
tangan atau kendali rem kaki, untuk mobil penumpang, mobil bus, dan
mobil barang.
Huruf e
*24316 Cukup jelas
Huruf f
Cukup jelas
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Cukup jelas
Huruf i
Ambang batas alat penunjuk kecepatan menunjukkan ketertiban, toleransi
dan penyimpanan yang diizinkan pada peralatan tersebut.
Huruf j
Cukup jelas
Huruf k
Cukup jelas
Ayat (2)
Kendaraan-kendaraan tertentu sesuai dengan peruntukkannya dalam
ketentuan ini antara lain meliputi kereta gandengan, kereta tempelan,
bus tempel, dan bus tingkat.
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 128
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 129
Cukup jelas
Pasal 130
Cukup jelas
*24317 Pasal 131
Dalam Keputusan Menteri diatur antara lain ketentuan mengenai tata
cara pengesahan dan pemberian sertifikat tipe, persyaratan teknis dan
lain jalan untuk kendaraan khusus, dan pengecualian atau penambahan
terhadap persyaratan teknis dan laik jalan kendaraan tertentu
sebagaimana dalam Pasal 130.
Pasal 132
Ayat (1)
Pelaksanaan pengujian kendaraan bermotor bersifat pelayanan umum dan
lebih diutamakan pada pertimbangan menyangkut aspek keselamatan dan
kelestarian lingkungan, sehingga tidak untuk mencari keuntungan
materiil.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 133
Ayat (1)
Keharusan setiap tenaga penguji untuk memiliki kualifikasi teknis
tertentu tersebut dimaksudkan agar kualitas hasil pengujian kendaraan
bermotor benar-benar dapat dipertanggung jawabkan, dan secara teknis
dapat mewujudkan keselamatan dan kelestarian lingkungan.
Ayat (2)
Pengelompokan kualifikasi tenaga penguji menjadi beberapa tingkat
keahlian, wewenang dan tanggung jawab secara berjenjang tersebut dalam
rangka meningkatkan pelayanan serta memberikan kepastian hasil
pengujian yang lebih baik kepada masyarakat. Disamping itu,
dimaksudkan pula untuk melakukan pembinaan dan pengawasan kepada para
tenaga penguji kendaraan bermotor. Pengelompokan kualifikasi penguji
tersebut juga dapat mencerminkan adanya penguji-penguji yang diberi
tugas sebagai pembina, pengawas, penguji-penguji dengan wewenang
penuh, penguji-penguji tidak dengan wewenang penuh, serta pembantu
penguji.
Pasal 134
Keharusan mengikuti pendidikan dan pelatihan penguji kendaraan
bermotor tersebut juga berlaku bagi penguji yanga ingin meningkatkan
kualifikasi teknisnya ke tingkat yang lebih tinggi. Untuk menetapkan
bahwa tenaga penguji memiliki kualifikasi teknis tertentu, maka yang
bersangkutan harus lulus ujian sesuai dengan tingkat kualifikasinya.
Pasal 135
*24318 Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 136
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (2)
Termasuk dalam pengertian pembinaan dan pengawasan teknis adalah
tersedianya peralatan dan tenaga uji pada masing-masing pelaksana
pengujian kendaraan bermotor.
Pasal 137
Cukup jelas
Pasal 138
Dalam Keputusan Menteri diatur antara lain ketentuan mengenai
pengelompokan kualifikasi teknis tenaga penguji, pendidikan dan
pelatihan calon penguji dan penguji, tata cara memperoleh sertifikat
dan tanda kualifikasi teknis penguji, dan ketentuan-ketentuan mengenai
penyelenggaraan pengujian kendaraan bermotor.
Pasal 139
Ayat (1)
Untuk keperluan uji tipe, perusahaan yang akan memproduksi dan/atau
merakit atau mengimpor kendaraan bermotor secara massal, diperbolehkan
untuk mengimpor satu atau dua kendaraan bermotor sebagai tipe yang
akan diuji untuk memperoleh pengesahan dan sertifikat laik jalan.
Impor tipe kendaraan bermotor tersebut diperbolehkan setelah pemohon
menyampaikan data teknis tipe kendaraan bermotor yang akan diimpor
kepada dan disetujui oleh Menteri. Izin untuk memproduksi atau merakit
atau mengimpor secara massal suatu tipe kendaraan bermotor tertentu
diterbitkan setelah tipe kendaraan bermotor yang bersangkutan
memperoleh pengesahan dan sertifikat laik jalan.
*24319 Ayat (2)
Landasan kendaraan bermotor yang diwajibkan untuk lulus uji tipe
adalah landasan kendaraan bermotor yang untuk menuju ke tempat
penjualan atau ke tempat pembuatan badan kendaraan bermotor yang
bersangkutan dikemudikan melalui jalan.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 140
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 141
Untuk mencegah pemalsuan sertifikat uji tipe, sertifikat dimaksud
dicetak di atas bahan yang memiliki unsur-unsur pengaman.
Pasal 142
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Untuk mencegah pemalsuan sertifikat registrasi uji tipe, sertifikat
dimaksud dicetak di atas bahan yang memiliki unsur-unsur pengaman.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 143
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 144
Cukup jelas
Pasal 145
*24320 Ayat (1)
Penggunaan sementara dalam ketentuan ini antara lain untuk kegiatan
olah raga kendaraan bermotor, pariwisata, dan angkutan lintas batas.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 146
Cukup jelas
Pasal 147
Dalam Keputusan Menteri diatur antara lain ketentuan mengenai kriteria
tipe kendaraan bermotor, prosedur dan tata cara pengujian, peralatan
dan fasilitas uji tipe, tata cara memperoleh sertifikat uji tipe, tata
cara penerbitan registrasi uji tipe, bentuk, ukuran, isi, dan bahan
sertifikat uji tipe, kriteria penggunaan sementara kendaraan bermotor
di wilayah Indonesia dan pembebasan kewajiban uji tipe.
Pasal 148
Ayat (1)
Kewajiban uji kendaraan ini juga berlaku terhadap kendaraan-kendaraan
milik Pemerintah.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 149
Cukup jelas
Pasal 150
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas *24321 Pasal 151
Ayat (1)
Dalam hal kendaraan bermotor dilakukan perubahan spesifikasi teknik,
maka kendaraan tersebut dikenakan kewajiban uji berkala walaupun masa
kurun waktu enam bulan belum habis.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 152
Uji berkala harus dilakukan pada setiap unit kendaraan yang dibebaskan
dari kewajiban uji tipe.
Pasal 153
Cukup jelas
Pasal 154
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 155
Cukup jelas
Pasal 156
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 157
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas *24322 Pasal 158
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Dalam hal pemohon melaksanakan pengujian ulang pada waktu dan tempat
yang telah ditetapkan oleh penguji, pelaksanaan pengujian ulang
tersebut tidak dipungut biaya uji lagi.
Pasal 159
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Dalam hal pemohon melaksanakan pengujian ulang pada waktu dan tempat
yang telah ditetapkan oleh penguji, pelaksanaan pengujian ulang
tersebut dipungut biaya uji tipe.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 160
Cukup jelas
Pasal 161
Ayat (1)
Dalam hal sertifikat registrasi uji tipe atau buku uji dicabut, tanda
uji yang berkaitan dengan sertifikasi registrasi dan buku uji tersebut
juga dicabut.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 162
Ayat (1)
Permohonan perpanjangan dilakukan apabila masa berlaku buku uji dan
tanda uji akan berakhir.
Ayat (2)
*24323 Permohonan perubahan dilakukan apabila dilakukan perubahan
terhadap spesifikasi teknik kendaraan dan atau data pemilik dan atau
wilayah operasi kendaraan.
Ayat (3)
Permohonan penggantian dilakukan apabila tanda bukti lulus uji hilang,
rusak dan/atau tidak terbaca lagi.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 163
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Besarnya biaya yang ditetapkan oleh Menteri sama dan seragam untuk
seluruh Indonesia. Pelaksana pengujian tidak boleh memungut biaya lain
dalam bentuk apapun, kecuali biaya yang telah ditetapkan dengan
Keputusan Menteri dimaksud.
Pasal 164
Cukup jelas
Pasal 165
Ayat (1)
Papan informasi dalam ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan
kemudahan dan kepastian pelayanan kepada masyarakat.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 166
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 167
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2) *24324 Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Ketentuan ini dimaksud agar pembubuhan nomor uji pada rangka landasan
tidak hilang dan/atau rusak selama kendaraan tersebut dioperasikan.
Ayat (3)
Nomor uji kendaraan dalam ketentuan ini tetap berlaku walaupun
kendaraan tersebut mengalami perubahan spesifikasi teknis dan/atau
pemilihan dan/atau berpindah wilayah operasinya.
Pasal 168
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 169
Melalui sistem informasi pengujian kendaraan bermotor dapat diperoleh
antara lain data mengenai :
a.fasilitas pengujian dan tenaga penguji;
b.pelaksanaan pengujian kendaraan;
c.jumlah kendaraan menurut jenis, tahun pembuatan, merek, tipe di
masing-masing wilayah pengujian;
d.jumlah kendaraan yang diuji;
e.jumlah kendaraan yang lulus uji dan tidak lulus uji;
f.jumlah buku uji dan tanda uji yang dikeluarkan;
g.permasalahan yang dihadapi.
Pasal 170
Dalam Keputusan Menteri diatur antara lain ketentuan mengenai prosedur
pengujian berkala, bentuk, ukuran, warna, isi dan bahan buku uji dan
tanda uji berkala, tata cara penetapan jumlah berat yang diizinkan
atau jumlah berat kombinasi yang diizinkan, penetapan kode wilayah
pengujian, kriteria lokasi tempat pelaksanaan pengujian, tata cara
pelaporan, prosedur pembangunan, pengoperasian dan pemeliharaan
fasilitas dan peralatan uji serta sistem informasi pengujian
kendaraan.
Pasal 171
Ayat (1) *24325 Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 172
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 173
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 174
Ayat (1)
Kewajiban memenuhi persyaratan memiliki sertifikat registrasi dan
tanda bukti lulus uji tipe, hanya berlaku untuk kendaraan bermotor
yang merek dan tipenya telah memperoleh sertifikat uji tipe
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 141 huruf
a. Kewajiban memenuhi persyaratan memiliki buku dan tanda bukti lulus
uji berkala, hanya berlaku untuk kendaraan yang dibebaskan dari
kewajiban uji tipe sebagaimana dimaksud dalam Pasal 152.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 175
Cukup jelas
Pasal 176
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Ketentuan ini dimaksudkan agar dapat diketahui dengan jelas setiap
terjadinya perubahan nama dan/atau alamat pemilik dan/atau perubahan
spesifikasi teknik kendaraan bermotor yang bersangkutan. *24326 Ayat
(3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 177
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya pemalsuan
terhadap tanda bukti pendaftaran.
Pasal 178
Cukup jelas
Pasal 179
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Pengesahan dilakukan dengan sederhana, mudah dan cepat.
Pasal 180
Cukup jelas
Pasal 181
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 182
Cukup jelas
Pasal 183
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
*24327 Pasal 184
Ayat (1)
Dengan ketentuan ini, maka dalam kegiatan pengesahan tidak dilakukan
pemeriksaan fisik terhadap kendaraan bermotor.
Ayat (2)
Yang dimaksud secara lengkap dalam ayat ini adalah dipenuhinya
persyaratan yang ditetapkan dengan benar.
Pasal 185
Cukup jelas
Pasal 186
Cukup jelas
Pasal 187
Cukup jelas
Pasal 188
Cukup jelas
Pasal 189
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Instansi yang berwenang dalam ketentuan ini seperti aparat penegak
hukum, lembaga keuangan pemerintah atau swasta.
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 190
Ayat (1)
Cukup jelas *24328 Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 191
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 192
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 193
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 194
Pemohon sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini dapat berupa
perguruan tinggi, lembaga-lembaga penelitian perorangan, atau pabrik
pembuat kendaraan bermotor yang memerlukan.
Pasal 195
Cukup jelas
Pasal 196
Ayat (1) *24329 Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Surat tanda coba kendaraan bermotor dan tanda coba kendaraan bermotor
dapat digunakan untuk lebih dari satu kendaraan bermotor sepanjang
kendaraan bermotor yang bersangkutan memenuhi persyaratan sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 191 ayat (4) dan Pasal 194.
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 197
Ayat (1)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya penyalahgunaan
dalam penggunaan surat tanda coba kendaraan bermotor dan tanda coba
kendaraan bermotor.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 198
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 199
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3) *24330 Cukup jelas
Pasal 200
Ketentuan ini dimaksudkan untuk memberikan kemudahan, kepastian dan
kelancaran pelayanan kepada masyarakat.
Pasal 201
Kode wilayah pendaftaran sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini
ditetapkan berdasarkan wilayah yang dilayani oleh pelaksana
pendaftaran.
Pasal 202
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 203
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 204
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 105
Cukup jelas
Pasal 206
Cukup jelas
Pasal 207
Cukup jelas
Pasal 208
Cukup jelas *24331 Pasal 209
Cukup jelas
Pasal 210
Cukup jelas
Pasal 211
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 212
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 213
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 214
Cukup jelas
Pasal 215
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Penulisan surat izin mengemudi dalam bahasa Indonesia dan *24332
bahasa Inggris adalah sebagai realisasi dari kerja sama antara
Indonesia dengan negara-negara lain yang menyetujui pemberlakuan surat
izin mengemudi Indonesia di negara-negara yang bersangkutan.
Ayat (3)
Ketentuan ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya pemalsuan
terhadap surat izin mengemudi.
Pasal 216
Cukup jelas
Pasal 217
Ayat (1)
Huruf a
Cukup jelas
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Huruf d
Cukup jelas
Huruf e
Ketrampilan mengemudikan kendaraan bermotor dapat diperoleh baik
melalui lembaga pendidikan dan pelatihan mengemudi maupun tidak
melalui lembaga pendidikan dan pelatihan mengemudi.
Huruf f
Keterangan sehat jasmani dan rohani dinyatakan dengan surat keterangan
dokter.
Huruf g
Cukup jelas
Huruf h
Tenggang waktu 12 bulan ini diperlukan agar calon pengemudi kendaraan
umum benar-benar memiliki kemampuan dan ketrampilan mengemudikan
kendaraan bermotor dengan baik.
Ayat (2)
Huruf a *24333 Keharusan memiliki surat izin mengemudi yang
golongannya setingkat atau lebih tinggi bagi calon pengemudi kendaraan
umum dimaksudkan agar calon pengemudi kendaraan umum tersebut
benar-benar memiliki kemampuan dan ketrampilan mengemudi kendaraan
bermotor dengan baik.
Huruf b
Cukup jelas
Huruf c
Cukup jelas
Pasal 218
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 219
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 220
Cukup jelas
Pasal 221
Cukup jelas
Pasal 223
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
*24334 Cukup jelas
Pasal 224
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 225
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 226
Ayat (1)
Laporan sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini disampaikan kepada
pelaksana penerbitan surat izin mengemudi yang bersangkutan.
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Pasal 227
Ayat (1)
Cukup jelas
*24335 Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 228
Cukup jelas
Pasal 229
Cukup jelas
Pasal 230
Cukup jelas
Pasal 231
Ayat (1)
Bentuk, ukuran, warna dan isi surat izin mengemudi internasional
mengikuti ketentuan lalu lintas jalan internasional.
Ayat (2)
Instansi atau badan yang ditunjuk sebagaimana dimaksud dalam ayat ini
merupakan lembaga tingkat nasional yang terdaftar sebagai anggota
Federasi International De L'Automobile (FIA) dan/atau Alliance
Internationale De Tourisme (AIT).
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Pasal 232
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Biaya operasional yang dikeluarkan untuk penyelenggaraan pemberian
surat izin mengemudi internasional ditanggung oleh instansi atau badan
yang ditunjuk oleh Menteri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 231 ayat
(2), sehingga pendapatan yang berkaitan dengan pemberian surat izin
mengemudi internasional tersebut merupakan pendapatan instansi atau
badan yang bersangkutan dan bukan merupakan penerimaan negara. *24336
Besarnya biaya pengurusan surat izin mengemudi internasional
ditetapkan oleh Menteri mengingat penyelenggaraan pemberian surat izin
mengemudi internasional tersebut bersifat pelayanan umum.
Pasal 233
Cukup jelas
Pasal 234
Cukup jelas
Pasal 235
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 236
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 237
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 238
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas *24337 Pasal 239
Ayat (1)
Melalui sistem informasi surat izin mengemudi dapat diperoleh antara
lain mengenai :
a.jumlah surat izin mengemudi diterbitkan menurut golongan dan
wilayahnya; b.jumlah surat izin mengemudi yang umum menurut golongan
dan wilayahnya; c.jati diri pemegang surat izin mengemudi;
d.pelanggaran yang dilakukan oleh pemegang surat izin mengemudi.
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 240
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Ayat (4)
Cukup jelas
Ayat (5)
Cukup jelas
Ayat (6)
Cukup jelas
Pasal 241
Ayat (1)
Pengemudi pengganti dalam ketentuan ini tidak boleh ikut dalam
kendaraan, namun berada pada tempat tertentu di lokasi penggantian.
Ayat (2)
Penggantian pengemudi dilakukan di tempat tertentu.
Pasal 242
*24338 Cukup jelas
Pasal 243
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Pasal 244
Ayat (1)
Cukup jelas
Ayat (2)
Cukup jelas
Ayat (3)
Cukup jelas
Pasal 245
Cukup jelas
Pasal 246
Cukup jelas
Pasal 247
Ayat (1)
Pada saat berlakunya Peraturan Pemerintah ini, Peraturan Pemerintah
yang mengatur penyerahan sebagian urusan pemerintahan di bidang lalu
lintas dan angkutan jalan kepada Daerah Tingkat II, adalah Peraturan
Pemerintah Nomor 22 Tahun 1990 tentang Penyerahan Sebagian Urusan
Pemerintahan di Bidang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan kepada Daerah
Tingkat I dan Daerah Tingkat II. Urusan pemerintahan di bidang lalu
lintas dan angkutan jalan yang telah diserahkan kepada Daerah Tingkat
I dan Daerah Tingkat II berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 22
Tahun 1990 adalah urusan pemerintahan sebagaimana diatur dalam Pasal
153, Pasal 154 ayat (2), dan Pasal 205 Peraturan Pemerintah ini.
Ayat (2)
Peraturan Pemerintah ini merupakan peraturan pelaksanaan dari
Undang-undang Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan
Jalan dan karena sifatnya masih merupakan suatu aturan umum langsung
dari suatu undang-undang, maka sesuai dengan tatanan peraturan
perundang-undangan Indonesia, pendelegasian pengaturan lebih lanjut
*24339 dari Peraturan Pemerintah ini diatur dengan Keputusan Menteri.
Demikian pula pendelegasian wewenang untuk pelaksanaan urusan
pemerintahan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan diberikan kepada
Menteri, karena wewenang pelaksanaan masih berada pada Pemerintah
Pusat. Dalam hal sebagian urusan pemerintahan kepada Daerah Tingkat I
dan Daerah Tingkat II, maka berdasarkan Undang-undang Nomor 5 tahun
1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah dan Undang-undang
Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan, penyerahan
urusan tersebut diatur dalam suatu Peraturan Pemerintah yang secara
khusus mengatur penyerahan urusan dimaksud. Pada saat mulai berlakunya
Peraturan Pemerintah ini telah ditetapkan Peraturan Pemerintah yang
secara khusus mengatur penyerahan sebagian urusan pemerintahan di
bidang lalu lintas dan angkutan jalan berdasarkan Undang-undang Nomor
3 Tahun 1965 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan Raya, yaitu
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1990 sebagaimana dalam penjelasan
ayat (1). Dengan demikian ketentuan ini memberikan suatu penegasan
bahwa meskipun dalam pasal-pasal sebagaimana disebutkan dalam
penjelasan ayat (1) ditetapkan/diatur bahwa urusan tersebut
dilaksanakan oleh Menteri, namun oleh karena telah ditetapkan
Peraturan Pemerintah Nomor 22 Tahun 1990 yang khusus mengatur
penyerahan sebagian urusan di bidang lalu lintas dan angkutan jalan,
maka urusan-urusan dimaksud tetap dilaksanakan oleh Daerah Tingkat I
dan Daerah Tingkat II yang telah menerima penyerahan secara nyata.
Pasal 248
Cukup jelas
Pasal 249
Cukup jelas

Pengikut